London (ANTARA News) - Harga minyak turun lebih dari satu dolar menuju 68 dolar per barel Jumat, mendekati level terendah lima minggu, ketika kekawatiran mulai lagi menyangkut kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat memicu aksi jual di seluruh pasar komoditas. Penurunan harga minyak mentah bersamaan dengan melorotnya harga saham industri dan logam berharga, yang telah mencapai rekor atau mendekati rekor tinggi bulan lalu. Tembaga turun di atas enam persen dan alumunium, timah dan emas juga merosot. "Minyak bergerak bersimpati dengan komoditas lain. Orang masih kawatir dengan inflasi, dan kami tidak punya sesuatu yang baru untuk mendorong minyak naik." kata Alexander Kervinio, analis di SG CIB Comodities di Paris seperti dikutip Reuters. Minyak mentah AS diperdagangkan turun 1,25 dolar menjadi 68,10 dolar sebelum 1450 GMT, sedangkan Brent London turun 1,14 dolar menjadi 68,53. Minyak mentah AS turun menjadi 67,85 dolar Kamis, terendah sejak 10 April, sebelum reli menjelang penutupan perdagangan. Penurunan minyak minggu ini bertepatan dengan aksi jual di pasar komoditas, saham dan obligasi. Namun para analis mengatakan kekawatiran menyangkut berkurangnya pasokan Nigeria dan kemungkinan gangguan arus minyak dari Iran akan membatasi penjualan. "Gambaran jangka menengah masih nampak sangat baik bagi kami. Pada pertengahan 60-an hampir serendah ini," kata Kevin Norrish, analis Barclays Capital. Penjabat Sekjen OPEC Mohammed Barkindo mengatakan Jumat harga minyak tidak akan turun hingga kekawatiran atas ketegangan politik global mereda. "Harga tidak akan turun hingga kekawatiran ini mereda," ia mengatakan pada saat dimulainya pameran kerja Oslo yang dihadiri para pejabat Organisasi Negara Negara Pengekspor Minyak dan Badan Energi Internasional, penasehat negara-negara industri. OPEC sedang memompa hingga kapasitas penuh, dan para analis mengatakan kartel tersebut tidak mungkin mengubah batas pasokan formalnya saat para menteri akan bertemu di Caracas pada 1 Juni. Juga berbicara di Oslo, Gubernur OPEC Iran Hossein Kazempour Ardebili mengatakan fundamental mengisyaratkan kelompok tersebut harus mengurangi output hingga 1,2 juta barel per hari, tetapi kartel itu kemungkinan besar akan memutuskan Juni untuk mempertahankan produksi tak berubah. "Tidak ada permintaan yang tak terpenuhi dan tidak ada permintaan terhadap minyak OPEC melampaui kapasitasnya," ia menambahkan. OPEC telah memompa lebih kurang flat selama lebih dari setahun, meskipun serangan kaum militan di negara produsen OPEC Nigeria telah mengurangi produksi negara itu sekitar seperempat. Bersama dengan kekawatiran kemungkinan terganggunya output Iran sebagai akibat perselisihan dengan Barat atas ambisi nuklirnya, berkurangnya produksi Nigeria membantu menaikkan harga sampai rekor sekitar 75,35 dolar untuk minyak mentah AS April. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad Kamis mencemooh musuh proyek nuklir Iran sebagai terganggu mentalnya, mengabaikan permohonan baru oleh Sekertaris Jenderal PBB Kofi Annan kepada semua pihak dalam sengketa tersebut agar menenangkan retorika mereka. Teheran menekankan program nuklirnya damai, tetapi negara-negara Barat kawatir negara itu akan mengembangkan bom atom. Para aktivis Nigeria telah memberi Royal Dutch Shell sinyal yang menjanjikan menyangkut kemungkinan pengembalian ladang minyak yang pihaknya dipaksa untuk meninggalkan menyusul serangkaian serangan kaum militan tiga bulan lalu, dan Shell telah kehilangan output 455.000 bph sejak Februari.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006