Beijing (ANTARA) - Harga minyak memperpanjang kenaikannya untuk sesi kedua berturut-turut di perdagangan Asia pada Jumat sore, karena Rusia akan kurangi ekspornya mengimbangi kenaikan persediaan di Amerika Serikat.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 66 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 82,87 dolar AS per barel pada pukul 07.15 GMT.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 62 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan di 76,01 dolar AS per barel.

Harga acuan minyak berakhir sekitar dua persen lebih tinggi pada sesi sebelumnya, karena rencana Rusia untuk memotong ekspor minyak dari pelabuhan-pelabuhan barat hingga 25 persen pada Maret yang melebihi pengurangan produksi yang diumumkan sebesar 500.000 barel per hari.

"Persediaan minyak mentah AS yang lebih tinggi dari perkiraan terus menantang prospek permintaan minyak, tetapi ekspektasi untuk produksi Rusia yang lebih rendah memiliki dampak yang mengimbangi," kata Yeap Jun Rong, ahli strategi pasar di IG.

Persediaan AS berada pada level tertinggi sejak Mei 2021.

Stok minyak mentah AS naik 7,6 juta barel menjadi sekitar 479 juta barel dalam sepekan hingga 17 Februari, menurut data dari Badan Informasi Energi AS (EIA).

Untuk minggu ini, harga minyak sedikit lebih rendah, setelah minggu sebelumnya turun sekitar 4,0 persen, terseret oleh kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga yang dapat memperkuat dolar dan mengekang permintaan bahan bakar.

Risalah dari pertemuan Federal Reserve AS terbaru menunjukkan bahwa mayoritas pejabat tetap hawkish pada inflasi dan kondisi pasar tenaga kerja yang ketat, menandakan pengetatan moneter lebih lanjut.

Prospek kenaikan suku bunga lebih lanjut mendukung indeks dolar, yang ditetapkan untuk kenaikan minggu keempat berturut-turut. Indeks sekarang naik sekitar 2,5 persen untuk bulan ini.

Dolar yang kuat membuat harga komoditas dalam greenback lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

"Fokus saat kami menutup minggu ini adalah pada apa yang terjadi dengan laporan inflasi berikutnya, akankah pasar menjadi lebih gelisah karena pengetatan yang lebih besar lagi dari The Fed," kata analis OANDA, Edward Moya.

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2023