Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyayangkan pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini masih diwarnai dengan "pagar berduri" pada tempat-tempat atau simbol-simbol pemerintahan seperti Istana Presiden, DPR maupun beberapa kantor Kepala daerah di seluruh Indonesia. "Kita menyayangkan pelaksanaan demokrasi kita sepertinya karena keterpaksaan, masih banyak "pagar berduri" yang dipasang hampir di seluruh Indonesia. Karena itu ke depan kita harapkan nantinya demokrasi yang kita jalankan tanpa anarki," kata Wapres Jusuf Kalla seusai perayaan HUT ke-46 SOKSI di Jakarta, Sabtu malam. Sebelumnya dalam pidatonya Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut mengungkapkan pelaksanaan demokrasi "pagar berduri" di Indonesia. Hal itu, tambah Jusuf Kalla, sangat terlihat dengan banyak pagar berduri yang dipasang di tempat-tempat yang menjadi simbol pemerintahan seperti Istana Negara, gedung DPR ataupun kantor-kantor Kepala Daerah dan DPRD di seluruh Indonesia. Menurut Jusuf Kalla, hal itu terjadi karena masih dirasakan adanya suatu keterpaksaan dalam melaksanakan demokrasi. "Kita ingin kita semua taat asas. Kalau memang pemerintah tak benar, jangan pilih lima tahun lagi. Kalau tak suka pemerintah jangan pilih lima tahun lagi. Itu saja, simple demokrasi ini," kata Jusuf Kalla. Karena itulah, tambahnya, semua komponen bangsa harus saling menghargai dan saling berpegang kepada hak dan kewajibannya masing-masing. Menurut Jusuf Kalla kadang banyak orang saling menilai bahwa demokrasi dianggapnya sebagai suatu tujuan. Padahal, tambahnya, demokrasi hanyalah suatu cara untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuan nasional itu sendiri adalah mencapai kesejahteraan bersama. Dalam demokrasi, tambahnya, kadang orang hanya bicara yang salah-salah saja, apa saja yang dilakukan pemerintah salah. Padahal ada banyak hal benar yang telah dilakukan pemerintah. Wapres mencontohkan kasus mantan presiden HM Soeharto, saat ini pemerintah hanya menjalankan dan taat kepada hukum. Namun banyak pihak yang justru mengkiritiknya. "Kita tahu Pak Harto punya masalah di masa lalu. Tetapi mereka teriak-teriak harus jalankan hukum. Padahal hukum mengatakan bahwa orang sakit tak bisa diadili. Nah pemerintah berpegang teguh dengan hukum itu," kata Wapres Jusuf Kalla. Masalah perundingan damai Aceh juag menjadi salah satu contoh yang telah dilakukan oleh pemerintah. Namun, tambah Jusuf Kalla, selama berbulan-bulan proses perundingan damai, ia selalu di kritik dan dicemooh atas usahanya mendamikan Aceh tersebut. "Kalau kita baca kliping komentar-komentar mereka, sekarang pasti mereka malu. Dulu mereka katakan perundingan itu akan membuat bangsa begini, begitu dan sebagainya," kata Wapres. Dalam pandangan Jusuf Kalla semua hal untuk mencapai tujuan pasti mempunyai ongkos yang harus ditanggung. Bangsa Indonesia, tambahnya, harus belajar bahwa jika menginginkan sesuatu harus ada biaya atau ongkosnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006