Malang (ANTARA) - Program pengabdian masyarakat Mahasiswa Membangun Desa (MMD) yang menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa angkatan 2019-2022 menyasar seribu desa di wilayah Jawa Timur, dengan jumlah peserta 14.000 mahasiswa.

Wakil Ketua Program MMD UB, Yusron Sugiarto, S.T.P., M.P., M.Sc., Ph.D di Malang, Jawa Timur, Minggu, mengatakan MMD dibuat agar tidak terjadi bentrok antar-fakultas dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat.

"Dulu banyak jenis program pengabdian masyarakat, seperti KKN kebangsaan dan KKN Tematik. Pada saat di lapangan ternyata lokasi kegiatan KKN banyak yang bentrok. Akhirnya, mahasiswa rebutan program yang mereka laksanakan bersama-sama. Karena bentrok, akhirnya apa yang direncanakan tidak bisa berjalan maksimal," katanya.

Dari kondisi di lapangan tersebut, kata Yusron, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UB berinisiatif mengintegrasikan kegiatan pengabdian masyarakat berfokus pada satu program bernama MMD.

MMD adalah kegiatan wajib bagi mahasiswa angkatan 2020, 2021 dan 2022. Kegiatan ini mendapatkan bobot empat SKS dan ketika mahasiswa sudah mengikuti KKN, tidak perlu mengikuti kegiatan MMD. Bisa pilih salah satu, KKN atau MMD.

"Pada tahun 2023,semua kegiatan pengabdian kepada masyarakat mahasiswa difokuskan ke dalam MMD," kata pria yang juga menjabat Ketua Pusat Pengabdian kepada Masyarakat LPPM UB ini.

Saat ini kegiatan yang dikelola di bawah LPPM tersebut sudah dikoordinasikan dengan Gubernur Jawa Timur, seluruh Bupati di Jawa Timur, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kemendes, dan Bakesbangpol.

Sementara itu, Ketua Program MMD 1.000 Desa UB, Dr Sujarwo, S.P., M.P mengaku pihaknya sudah mendapatkan lokasi 1.000 desa di Jatim. Dengan peserta sebanyak 14.000 mahasiswa yang dikelompokkan menjadi 14 mahasiswa tiap desa, dan terdiri atas mahasiswa lintas jurusan.

Proses persiapan MMD sudah dilakukan sejak Januari 2023 dengan melibatkan 500 Dosen Pembimbing Lapang dan 150 Dosen Penyusun Tema untuk pengenalan potensi lokus.

“Diharapkan pada Maret 2023, mahasiswa sudah mulai menyusun penguatan program kerja terkait potensi apa saja yang bisa dikembangkan di masing-masing lokus, dengan pendampingan para dosen pembimbing dan penyusun tema,” papar Sujarwo.

Sebelum keberangkatan akan diadakan pembekalan operasional dan pembekalan tematik kepada mahasiswa peserta pengabdian masyarakat.

Pemberangkatan MMD ditargetkan pada Juni 2023, dimana mahasiswa akan berada di lokus selama enam pekan.

UB juga memastikan keamanan pelaksanaan kegiatan ini dengan mengatur mekanisme transportasi untuk pemberangkatan mahasiswa secara bertahap, serta berkoordinasi dengan Korem dan Polsek untuk keamanan setempat.

Dari sisi kesehatan, UB juga berkolaborasi dengan BPJS untuk perlindungan kesehatan selama tiga bulan.

Sujarwo berharap kegiatan yang melibatkan mahasiswa, dosen, masyarakat, dan pemerintah daerah ini dapat menjadi kolaborasi yang potensial untuk meningkatkan eksistensi perguruan tinggi yang bermanfaat bagi masyarakat secara langsung.

“Bagi masyarakat, tentu akan ada sumbangan pemikiran dan diseminasi IPTEK dari mahasiswa untuk pembangunan desa. Bagi mahasiswa akan terbentuk team work building, peningkatan kemampuan berkomunikasi, dan kompetensi lainnya. Bagi dosen akan tercapai IKU ketiga, yakni dosen berkegiatan di luar kampus,” ungkap dosen Fakultas Pertanian ini.

Kegiatan ini juga bermanfaat untuk pengakuan internasional, dimana MMD merupakan implementasi dari tema-tema SDG’s, diharapkan pelaporan dari mahasiswa dapat digunakan untuk input bagi pemeringkatan Times Higher Education-Impact Ranking.

Baca juga: Rektor: Iklim riset jadi tantangan terbesar UB wujudkan kampus AI
Baca juga: IFI buka peluang Universitas Brawijaya kerja sama dengan PT di Prancis

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Triono Subagyo
COPYRIGHT © ANTARA 2023