Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani berbicara mengenai pentingnya arsitektur sistem internasional dalam menghadapi berbagai tantangan global saat menghadiri pertemuan forum parlemen 8th MIKTA Speakers’ Consultation yang digelar di Istanbul, Turki, Kamis (9/3) waktu setempat.

“Tantangan yang dihadapi saat ini tentu memerlukan arsitektur sistem internasional yang dapat menjawab semakin kompleksnya tantangan tersebut,” kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, permasalahan global saat ini memerlukan solusi global yang hanya bisa didapatkan melalui kerja sama multilateral, namun sejumlah tantangan perpecahan timbul. Mulai dari, perbedaan sistem politik, decoupling ekonomi, disrupsi mata rantai global, hingga terbelahnya teknologi digital.

Adapun sistem multilateral yang ada saat ini disebut merupakan peninggalan masa berakhirnya Perang Dunia II. Sehingga, dia menilai PBB, terutama Dewan Keamanan, IMF, dan Bank Dunia sebagai representasi sistem multilateral dianggap sudah tidak sesuai dengan situasi abad 21.

“Situasi internasional telah berubah sejak Perang Dunia II akibat kemajuan pembangunan ekonomi, dekolonisasi, demografi yang berubah, kemajuan teknologi, serta dampak dari tumbuhnya kekuatan politik dan ekonomi baru,” tuturnya.

Untuk itu, Puan menilai diperlukan revitalisasi sistem multilateral agar tetap relevan dalam mengatasi berbagai masalah dunia abad 21, serta membuat global governance yang lebih inklusif, representatif, efektif, dan akuntabel.

“Dalam hal ini PBB, IMF, dan Bank Dunia harus semakin responsif dan adaptif untuk berperan sesuai dengan keinginan seluruh anggotanya,” tambahnya.

Selain itu, lanjut dia, sistem multilateral harus bermanfaat bagi rakyat, serta harus dapat berperan dalam mengatasi berbagai permasalahan, seperti perang, kemiskinan, pandemi, hingga masalah ekonomi.

“Kedua, berbagai kawasan telah memiliki organisasi regional yang berperan efektif karenanya sistem multilateral juga perlu memberi tempat dan mendorong penyelesaian berbagai masalah antar negara pada tingkat regional. Sehingga tidak semua isu perlu diselesaikan pada tingkat global,” jelasnya.

Dia juga menilai negara-negara dapat berkontribusi melalui inisiatifnya masing-masing untuk meningkatkan kerja sama melalui berbagai forum internasional. Termasuk, MIKTA sebagai kekuatan menengah perlu menyuarakan perlunya mendorong terbentuknya tata dunia abad 21 yang lebih inklusif dan representatif.

“Kelima, dalam hal belum terjadi revitalisasi sistem multilateral maka semua negara perlu menegaskan kembali ketaatannya kepada hukum internasional, piagam PBB, dan penghargaan kepada integritas teritori masing-masing negara,” urai Puan.

Puan menekankan pula agar negara-negara di dunia harus menegaskan menolak penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa, bersamaan dengan terbentuknya saling kepercayaan antarnegara yang dibutuhkan di saat dunia menghadapi meningkatnya rivalitas kekuatan besar.

Di sisi lain, Puan menilai diplomasi Parlemen juga harus menjadi bagian dari multilateralisme abad-21 yang lebih inklusif dengan melibatkan berbagai aktor. Untuk itu, ia mengajak parlemen dunia terus berdialog guna berkontribusi dalam merevitalisasi sistem multilateral yang sesuai dengan tantangan abad 21.

“Demikian pula MIKTA Speakers Consultation, kita perlu pertimbangkan untuk juga bertemu lebih sering, jika diperlukan. Jika terjadi hal-hal mendesak, kiranya kita juga dapat segera bertemu, misal secara virtual,” tukas Puan.

Dalam pertemuan forum kerja sama konsultatif antara Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia yang bertemakan ‘Multilateralism, Global Interdependence and Parliaments’ itu, Puan hadir didampingi oleh sejumlah anggota DPR RI yakni Ketua Komisi IV DPR RI Sudin dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris.

 

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2023