Jakarta (ANTARA) - Negosiasi pedoman tata perilaku (Code of Conduct/CoC) di Laut China Selatan (LCS) antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China, kembali dilanjutkan di bawah keketuaan Indonesia tahun ini.

Pembahasan tersebut berlanjut dalam kelompok kerja bersama (joint working group/JWG) yang berlangsung di Jakarta pada 8-10 Maret 2023 dan diikuti oleh pejabat tingkat tinggi negara anggota ASEAN dan China.

“Ini adalah kelanjutan dari pembahasan yang sudah-sudah, dan fokusnya pada bagaimana peserta JWG bisa mengintensifkan negosiasi yang sedang berlangsung,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kemlu RI Sidharto Suryodipuro dalam pengarahan media di Jakarta, Jumat.

CoC diharapkan menjadi pedoman tata perilaku guna menghindari konflik, terutama antarnegara yang saling bersengketa di LCS.

China diketahui mengklaim sebagian besar wilayah LCS sebagai bagian dari kedaulatannya, dan kian agresif melakukan reklamasi pulau-pulau di perairan tersebut.

Namun, klaim China berbenturan dengan klaim dari Taiwan serta empat negara anggota ASEAN yaitu Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam.

Sementara Indonesia bentrok dengan China atas hak penangkapan ikan di Kepulauan Natuna, yang terletak di bagian selatan perairan yang disengketakan.

Karena itu pada 2002, China dan negara-negara ASEAN sepakat menandatangani Deklarasi Perilaku Para Pihak (Declaration of Conduct/DoC) dalam mengelola LCS, yang menandai dukungan pertama Beijing terhadap kesepakatan multilateral tentang masalah tersebut.

DoC disusun dengan sejumlah tujuan, antara lain mendorong upaya membangun kepercayaan di antara para pihak serta menyusun suatu dokumen CoC yang formal berkekuatan hukum mengikat (legally binding).

“Mengingat negosiasi masih berlangsung, saya berhati-hati dengan istilah binding atau non-binding karena itu akan sangat bergantung pada pembahasan dan apa yang nanti tertulis di dalam dokumen CoC,” tutur Sidharto.

Selama masa keketuaannya di ASEAN, kata dia, Indonesia juga tidak menentukan jangka waktu ataupun target dalam negosiasi CoC, tetapi bertekad mengintensifkan proses perundingan yang sempat terhambat akibat pandemi COVID-19.

Meskipun demikian, Sidharto menekankan bahwa Indonesia menyesalkan segala bentuk upaya untuk mengubah realitas di lapangan—termasuk di antaranya reklamasi dan militerisasi di LCS.

“Justru ini merupakan suatu dorongan bagi ASEAN dan China untuk segera menyelesaikan suatu kesepakatan atau kesepahaman—yaitu CoC yang harus efektif, actionable, dan sesuai dengan hukum internasional,” kata dia.

“Yang terpenting adalah pengelolaan insiden, karena konsensus ASEAN adalah mewujudkan LCS sebagai perairan yang damai dan sejahtera, sehingga kami akan berpedoman pada kesamaan kepentingan tersebut,” ujar Sidharto, menambahkan.


Baca juga: Indonesia siap gelar lebih banyak negosiasi CoC Laut China Selatan
Baca juga: China akan percepat konsultasi COC di Laut China Selatan
Baca juga: Jalan panjang ASEAN dan China capai COC demi LCS yang damai


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
COPYRIGHT © ANTARA 2023