Jakarta (ANTARA) - Penerapan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau CSR perlu dimulai dari pemetaan kebutuhan masyarakat agar program tersebut dapat berkelanjutan.

“Pemetaan dilakukan untuk mengetahui apa yang menjadi persoalan yang dihadapi masyarakat kemudian mencari solusi bersama dengan melibatkan masyarakat tersebut,” ujar Kepala Divisi Pembelajaran dan Budaya Indonesia Financial Group (IFG), Gita Indriati, di Jakarta, Sabtu.

Dia memberi contoh bagaimana program pembuatan keripik sawi yang merupakan bagian dari TJSL yang dilakukan di Desa Sumberejo, Ngablak, Magelang, Jawa Tengah. Program itu diselenggarakan berdasarkan fakta di lapangan bahwa melimpahnya hasil pertanian berupa sawi dan menyebabkan harganya jatuh. Namun setelah dilakukan pemberian pelatihan tersebut, terdapat nilai tambah dari hasil pertanian tersebut.

Direktur TJSL Kementerian BUMN, Fahrudin Muhtahmin, mengatakan perlu adanya pengukuran dampak pada program TJSL BUMN.

“Paling tidak dapat mengukur dampak internal seperti ouput dari prorgam yang dilakukan, kemudian pengukuran pada eksternal seperti Indeks Kepuasan Masyarakat dan juga bagaimana Social Return on Investment,” kata Fahrudin.

Pendiri dan juga Chief Executive Officer (CEO) Maxima, Ivan Ahda, mengatakan untuk mewujudkan dampak yang signifikan, pihaknya tidak bisa sendiri.

“Untuk itu butuh kolaborasi. Kami mengadakan "Impact Fest "sebagai bentuk komitmen kami untuk menciptakan dampak,” kata Ivan

Impact Fest menekankan pada berbagai interpretasi tentang dampak dari suatu program. Pihaknya, ingin mendorong mitra dan pemangku kepentingan lintas sektor untuk berkomunikasi dan membuka peluang kolaborasi sehingga dapat menghasilkan dampak yang berbeda bagi masyarakat.

 

Pewarta: Indriani
Editor: Maswandi
COPYRIGHT © ANTARA 2023