Bandung (ANTARA News) - Gempa bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sabtu pagi sekitar pukul 05.54 WIB yang menimbulkan ratusan korban jiwa disebabkan oleh aktivitas patahan/sesar aktif di daerah bagian selatan Yogyakarta arah barat daya. Aktivitas patahan aktif itu, kata Kepala Badan Geologi Bambang Dwiyanto kepada pers di Bandung, Sabtu, adalah berdasarkan kedalaman sumber gempa bumi. Menurut Bambang, berdasarkan pusat informasi gempa bumi USGS Amerika Serikat, gempa itu tercatat memiliki kekuatan Mw 6,2 atau 5,6 skala ritcher pada kedalaman 17,1 kilometer dengan lokasi pusat gempa di dekat pusat pantai pada koordinat 8,007 derajat LS-110,286 derajat BT atau terletak pada posisi kurang lebih 25 kilometer barat daya Yogyakarta dan sekitar 115 kilometer selatan Kota Semarang. Getaran gempa bumi itu dirasakan oleh masyarakat Yogyakarta, pantai selatan Yogyakarta, Jawa Timur bagian Selatan serta sebagian wilayah di Jawa Tengah. Goncangan gempa itu terasa kuat pada daerah-daerah yang disusun oleh endapan batu gamping dan endapan gunung api yang bersifat urai sehingga rentan terhadap guncangan gempa bumi dan berpotensi merusak bangunan di atasnya. Dikatakannya, gempa bumi itu bersumber di dekat pantai, sehingga tidak berpotensi menimbulkan tsunami, namun getaran gempa tersebut sangat besar disebabkan oleh getaran yang besar dalam kedalaman dangkal, dan gempa seperti ini dikategorikan sebagai gempa bumi yang merusak. Bambang juga mengemukakan, dalam peta wilayah gempa bumi merusak di Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, gempa bumi di Yogyakarta termasuk dalam gempa bumi merusak tingkat tujuh dengan skala MMI (kerusakan) mencapai 6-7, dan pihaknya telah mengirimkan tim tanggap di lokasi gempa tersebut. Ia menambahkan, patahan aktif yang terpantau Badan Geologi membentang antara batas pantai Sabden-Bantul-Yogyakarta hingga mencapai Prambanan, dan di patahan itu diperkirakan akan banyak korban karena kerusakannya terhitung parah. Bambang lebih lanjut menghimbau kepada masyarakat untuk terus waspada terhadap kejadian gempa bumi susulan, meskipun gempa tersebut tidak akan besar. Masyarakat juga dihimbau agar tidak berada di dalam bangunan yang telah mengalami kerusakan. Disebutkan pula, gempa bumi itu samasekali tidak ada hubungannya dengan aktivitas Gunung Merapi, namun pemantauan Gunung Merapi terus dilakukan di titik pemantau Kaliurang. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006