Jakarta (ANTARA News) - Indonesia tidak memiliki seismograf (alat pendeteksi gempa) yang ditempatkan di wilayah selatan Pulau Jawa hingga tingkat keakuratan dalam membaca titik gempa tidak tepat atau berbeda dengan informasi yang dikeluarkan United States Geological Survey (USGS) Amerika Serikat. "Seismograf yang dimiliki Indonesia hanya ditempatkan di Pulau Jawa saja untuk patahan/sesar darat, sedangkan di bagian selatan atau wilayah laut tidak ditempatkan," kata Surono, Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, kepada ANTARA, di Jakarta, Minggu. Seharusnya, menurut dia, seismograf tersebut diletakkan dengan mengurung daerah yang rawan gempa hingga dapat mendeteksi titik terjadinya gempa. "Mungkin USGS (semacam BMG di Indonesia-Red) sendiri memiliki alat merekam getaran gempa itu di bagian selatan dari wilayah Indonesia," katanya. Berdasarkan informasi dari USGS AS, kekuatan gempa itu sebesar Mw 6,2 atau setara dengan 5,6 Skala Richter (SR) dengan kedalaman 17,1 kilometer serta posisi di 110,286 derajat Bujur Timur (BT) dan 8.007 derajat Lintang Selatan (LS). Atau posisinya berada sekitar 25 kilometer arah Barat Daya Yogyakarta dan sekitar 115 kilometer arah selatan Kota Semarang, Jawa Tengah. Sementara itu, data dari Stasiun Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Yogyakarta, menyebutkan kekuatan gempa yang terjadi Sabtu pagi 5,9 SR dengan posisi di koordinat 8,26 Lintang Selatan (LS) dan 110,33 Bujur Timur (BT) atau berjarak 38 kilometer selatan Yogyakarta. Perbedaan mendasar antara data USGS dan BMG itu, terletak pada kedalaman gempa itu sendiri karena USGS menyebutkan 17,1 kilometer sedangkan BMG 33 kilometer.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006