Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Forum Petani Kelapa Sawit Jaya Indonesia (Popsi) menyatakan sikap Indonesia yang mengajukan gugatan terhadap regulasi Uni Eropa yang dinilai merugikan sektor kelapa sawit nasional sudah tepat.

Ketua Dewan Pembina Popsi Gamal Nasir dalam keterangannya di Jakarta, Jumat menyatakan Undang-undang Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforation Regulation (EUDR) diskriminatif dan sudah tepat Indonesia menggugat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Petani kelapa sawit pasti akan sangat terdampak. Regulasi UE bila dilaksanakan tanpa melihat kondisi Indonesia hanya akan mengabaikan upaya dan usaha perbaikan yang telah dilakukan khususnya untuk petani," ujarnya.

Menurut mantan Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian itu UE harus memberikan dorongan untuk peningkatan kepatuhan dan hukum terhadap keberlanjutan.

Semua pemangku kepentingan, lanjutnya, harus menerapkan prinsip semua ikut serta, tidak boleh ada yang tertinggal (leave no one behind) dalam sustainable.

Meskipun demikian Gamal Nasir menyatakan, sambil menunggu proses gugatan WTO maka sebaiknya semua pemangku kepentingan kelapa sawit juga harus berbenah, terutama pemerintah sebagai regulator.

Kebijakan – kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, tambahnya, yaitu melakukan pemetaan tata guna lahan yang akurat serta diikuti implementasi yang ketat dalam kaitan dengan pengembangan kelapa sawit kedepan.

Pemerintah harus memastikan implementasi kebijakan secara tegas terkait pelarangan pemanfaatan kawasan high conservation value dan high carbon stock. Harus ada regulasi khusus menyangkut hal ini.

Pemerintah memastikan legalitas lahan perkebunan sawit rakyat yang terlanjur berada dalam kawasan hutan melalui kebijakan pelepasan kawasan hutan sesuai regulasi yang berlaku. Harus ada kebijakan pelepasan kawasan hutan untuk kebun rakyat.

Selain itu pemerintah memastikan untuk membangun  ketelusuran kelapa sawit dari hulu ke hilir berbasis dokumen dan sistem informasi yang transparan, akuntabel dan bertanggung jawab.

Semua PKS, tambahnya, diwajibkan memiliki ketelusuran asal usul tersebut dengan menggunakan dokumen dan sistem informasi. Bangun sistem informasi yang memastikan rantai pasok dari hulu sampai hilir sehingga tracebility jelas.

"Khusus ISPO pemerintah harus serius dengan regulasi yang sudah dibuat. Tahun 2025 sudah wajib bagi kebun tetapi sampai sekarang belum ada gerakan ke arah sini sehingga membuat banyak pihak pesimistis. Segera bergerak menyiapkan petani supaya bisa bersertifikat ISPO tahun 2025,” kata Gamal.

Ketua Umum Popsi Pahala Sibuea menambahkan dalam menghadapi Undang undang Deforestasi UE ini tidak perlu secara emosional namun perlu diplomasi yang kuat.

"Kita tunjukkan bahwa sebelum terbitnya Undang - Undang Deforestasi UE ini kita sudah melakukan perbaikan tatakelola sawit menuju sustainable," katanya.


Menurut dia, ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa antara 2 – 3 juta ton pertahun yang mana pada 2022 sekitar 2,05 juta ton (data BPS).

"Walaupun tidak signifikan jumlah impor mereka, namun Undang-Undang Deforestasi UE itu, perlu kita antisipasi agar tidak berpengaruh terhadap negara – negara peng-impor minyak sawit Indonesia," katanya.


Baca juga: Asosiasi petani sawit tolak UU Deforestasi Eropa

Baca juga: KLHK pertegas komitmen hijaukan RI melalui pemulihan hutan dan lahan

Pewarta: Subagyo
Editor: Nurul Aulia Badar
COPYRIGHT © ANTARA 2023