Tokyo (ANTARA News) - Presiden Bank Dunia, Paul Wolfowitz, pada hari Senin (29/5) menegaskan bahwa Korea Utara (Korut) mengikuti kepemimpinan layaknya China dalam membuka ekonomi, namun hal itu tak perlu membawa perubahan politik. Wolfowitz, yang dikenal sebagai pemimpin keras dalam pemerintahan Presiden Ameria Serikat (AS) George W. Bush, mengatakan bahwa China adalah "paralel relevan" untuk Korea Utara yang miskin. "China mampu melakukan perubahan besar dalam perekonomian dengan mengubah kerangka kerja kebijakan," katanya kepada para wartawan di Tokyo, di mana ia sedang menghadiri pertemuan tahunan Bank Dunia (World Bank/WB) menyangkut pembangunan. "Adalah mungkin untuk melakukan perbaikan ekonomi yang sangat besar, saya pikir, tanpa perlu perubahan politik radikal," ujarnya. Ia menimpali, "Tentu rakyat di Korea Utara akan jauh lebih baik dengan begitu dan tentu kesempatan itu akan datang sendiri guna terlibat dalam gerakan paralel, seperti China." Selain itu, ia menyatakan, "Saya tahu institusi saya akan sangat ingin berpartisipasi dalam pembangunan seperti itu." Minggu lalu, WB mengungkapkan rencana ambisius untuk meminjamkan 1,5 miliar dolar per tahun selama lima tahun mendatang kepada China, yang akan tercatat sebagai penerima terbesar pinjaman global bersama dengan India. Korut --bagian dari yang disebut "poros jahat" oleh Bush bersama dengan Saddam Hussein di Irak, dan Iran-- memboikot pembicaraan untuk mengakhiri program nuklirnya, menuduh Amerika Serikat bermusuhan dan menuntut pengakhiran sanksi keuangan AS. Wolfowitz adalah termasuk orang yang menjadi perencana utama invasi Irak sebagai orang kedua di Pentagon hingga ia terpilih tahun lalu di WB. Ditanya pers, apakah Washington dapat mengalokasikan lebih banyak uang untuk mengentaskan kemiskinan bukan malah untuk militernya, Wolfowitz mengatakan bahwa negara-negara kaya melainkan seharusnya melihat pada subsidi pertanian mereka. "Diperkirakan 400 juta dolar per tahun dari para pembayar pajak dan konsumen di Jepang dan AS dan Eropa mengalir untuk membayar subsidi bagi para petani," tukasnya. Ia pun menimpali, "Rata-rata subsidi para pembayar pajak Amerika yang mereka bayarkan kepada para petani kapas Amerika sekitar 250.000 dolar per tahun. Kami tidak membicarakan petani miskin. Saya pikir itu menjadi tempat untuk mencari uang, terus terang." Pembicaraan liberalisasi pasar yang dilancarkan di ibukota Qatar Doha pada 2001 buntu sebagian besar karena ketidaksepahaman menyangkut pertanian. Negara miskin mengatakan mereka tidak dapat bersaing dengan pertanian yang disubsidi negara kaya, sedangkan Uni Eropa dan Amerika Serikat tak sepakat mengenai bagaimana mencabut subsidi. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006