Beijing (ANTARA) - Harga minyak menguat di perdagangan Asia pada Selasa sore, setelah rencana OPEC+ untuk memangkas lebih banyak produksi mengguncang pasar pada hari sebelumnya, dengan perhatian investor beralih ke tren permintaan dan dampak dari harga yang lebih tinggi pada ekonomi global.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 42 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 85,35 dolar AS per barel pada pukul 06.32 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan pada 80,85 dolar AS per barel, naik 43 sen atau 0,5 persen.

Kedua harga acuan melonjak lebih dari 6,0 persen pada Senin (3/4/2023) setelah Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, mengguncang pasar dengan pengumuman rencana pada Minggu (2/4/2023) untuk menurunkan target produksi sebesar 1,16 juta barel per hari ( bph).

Janji terbaru membawa total volume pemotongan oleh OPEC+ menjadi 3,66 juta barel per hari termasuk pemotongan 2 juta barel Oktober lalu, menurut perhitungan Reuters - sama dengan sekitar 3,7 persen dari permintaan global.

"Aksi beli besar-besaran dari pengurangan produksi OPEC+ telah mereda dan perhatian pasar telah beralih ke prospek permintaan di masa depan," kata Hiroyuki Kikukawa, presiden NS Trading, unit dari Nissan Securities.

"Dalam jangka pendek, permintaan diperkirakan akan meningkat untuk musim berkendara di musim panas, tetapi harga minyak yang lebih tinggi dapat mengintensifkan tekanan inflasi dan memperpanjang kenaikan suku bunga di banyak negara, yang dapat mengurangi permintaan," katanya.

Kikukawa juga mencatat bahwa dampaknya dapat memicu kembali kekhawatiran tentang industri keuangan global.

Pembatasan produksi OPEC+ menyebabkan sebagian besar analis menaikkan perkiraan harga minyak Brent mereka menjadi sekitar 100 dolar AS per barel pada akhir tahun. Goldman Sachs menaikkan perkiraannya untuk Brent menjadi 95 dolar AS per barel pada akhir tahun ini, dan menjadi 100 dolar AS untuk tahun 2024.

Berita itu menambah kekhawatiran investor tentang biaya yang lebih tinggi untuk bisnis dan konsumen, meningkatkan kekhawatiran sentakan inflasi terhadap ekonomi dunia dari kenaikan harga minyak akan mengakibatkan kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Pengamat pasar telah mencoba untuk mengukur berapa lama lagi Federal Reserve AS mungkin perlu terus menaikkan suku bunga untuk mendinginkan inflasi, dan apakah ekonomi AS mungkin menuju resesi.

Aktivitas manufaktur AS merosot ke level terendah dalam hampir tiga tahun pada Maret dan dapat menurun lebih lanjut karena kredit yang lebih ketat dan biaya pinjaman yang lebih tinggi.

"Jika minyak mentah dapat menembus di atas kisaran resistensi yang kuat di 82/83 dolar AS, itu bisa kembali ke pertengahan hingga serendah 90-an dolar AS, tetapi akan ada penjual yang antri untuk menjual di level tersebut," kata Tony Sycamore, analis pasar di IG Sydney.

"Tapi untuk sesuatu yang lebih dari itu, sesuatu harus berubah secara dramatis dari sisi persamaan permintaan," katanya.


Baca juga: Dolar naik karena kekhawatiran inflasi setelah OPEC+ pangkas produksi
Baca juga: Minyak melonjak, OPEC+ kejutkan pasar dengan pangkas target produksi
Baca juga: Mengapa OPEC memangkas produksi minyak?

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2023