Seoul (ANTARA News) - Korea Utara meluncurkan roket jarak jauh pada Rabu, tindakan yang disebut pengamat Pyongyang sebagai uji coba rudal balistik yang disamarkan dan telah melanggar ancaman sanksi dari PBB.

"Roket sudah diluncurkan," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan kepada AFP tanpa keterangan lebih lanjut.

Kantor Berita Yonhap, yang mengutip keterangan pemerintah, mengatakan bahwa roket tersebut terbang dari pusat peluncuran satelit Sohae pada pukul 09:51 pagi waktu setempat dan langsung dapat dideteksi oleh kapal angkatan laut milik Seoul di Laut Kuning.

Belum ada laporan langsung soal kesuksesan peluncuran tersebut, namun pemerintah Jepang mengatakan bahwa rudal itu telah melewati bagian selatan kepulauan Okinawa sekitar 12 menit setelah lepas landas.

"Rudal yang disebut Korea Utara sebagai satelit telah melewati Okinawa pada 10.01 pagi (waktu setempat). Kami tidak berniat untuk memotong jalannya roket itu," kata pemerintah Jepang.

Jepang baru akan mengerahkan sistem pertahanan rudal untuk memotong dan menghancurkan roket jika terlihat akan jatuh di wilayahnya.

Amerika Serikat juga mengerahkan kapal-kapal yang dilengkapi pertahanan senjata balistik tudal di sekitar Samudra Pasifik.

Yonhap mengatakan bahwa peluncuran itu adalah tahap pertama dari tiga tahap yang terpisah. Roket pertama dilaporkan jatuh di lepas pantai barat daya Korea Selatan.

Di Seoul, Presiden Lee Myung-Bak segera mengadakan rapat darurat dengan Dewan Keamanan Nasional untuk membahas implikasi peluncuran roket negara tetangganya.

Sementara, kepala juru bicara pemerintah Jepang Osamu Fujimura atas nama pemerintah menyatakan bahwa peluncuran tersebut tidak dapat ditoleransi.

"Sangat disayangkan Korea Utara tetap melakukan peluncuran meskipun kami sudah mendesak mereka untuk menahan diri," kata dia.

Peluncuran itu justru terjadi setelah media Korea Selatan dan analisis gambar satelit oleh ahli dari Amerika Serikat memperkirakan roket telah dilepaskan dari tempat peluncuran untuk diperbaiki karena alasan teknis.

Sebelumnya Korea Utara pernah mencoba untuk meluncurkan Unha-3 pada April lalu, namun roket tersebut meledak sesaat setelah lepas landas.

Peluncuran yang berhasil kali ini dikhawatirkan dapat berimplikasi pada keamanan wilayah, dan sekaligus menandai kemajuan pesat Korea Utara yang berusaha untuk mengimbangi kemampuan balistik rudal antar benuanya (ICBM) dengan program persenjataan nuklir.

Washington dan sekutunya bersikeras bahwa peluncuran roket oleh Korea Utara adalah uji coba persenjataan rudal yang disamarkan dan melanggar resolusi PBB yang dibuat saat Pyongyang menguji coba nuklir pada 2006 dan 2009.

Pada 2006, Dewan Keamanan PBB memberlakukan embargo persenjataan dan bahan-bahan untuk membuat senjata pemusnah masal dan balistik rudal.

Sementara pada 2009, Dewan Kemanan memberlakukan larangan bagi ekspor senjata dari Korea Utara dan meminta semua negara anggota untuk menggeledah semua kapal yang dicurigai.

PBB dan Uni Eropa bersama-sama mendesak Pyongyang membatalkan misinya dan mengancam sanksi yang lebih berat jika negara tersebut tetap melakukan rencananya.

Menurut beberapa laporan di Jepang, negeri sakura tersebut bersama Amerika Serikat dan Korea Selatan setuju untuk meminta Dewan Keamanan PBB memperberat sanksi terhadap Korea Utara sampai pada level yang sama dengan di Iran.

Sanksi tersebut akan meliputi peningkatan jumlah daftar institusi finansial, perusahaan dan perorangan yang asetnya dibekukan.

Keputusan Korea Utara untuk meluncurkan roket pada musim dingin telah memicu analis untuk menyimpulkan bahwa ada pertimbangan politik dibalik pemilihan waktu peluncuran.

Pemimpin baru Korea Utara Kim Jong-Un dipercaya sangat berharap peluncuran dapat dilakukan di sekitar hari peringatan kematian ayahnya, Kim Jong-Il pada 17 Desember.

Rusia juga mendesak Pyongyang membatalkan misinya, sementara China, satu-satunya sekutu Korea Utara, menyampaikan keprihatinan.
(G005/C003)

Editor: Desy Saputra
COPYRIGHT © ANTARA 2012