Jakarta (ANTARA News) - Lembaga riset independen INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) menilai capaian prestasi kinerja perekonomian Indonesia 2012 dibangun di atas pijakan fondasi yang rapuh.

Di tengah melambatnya kinerja perekonomian global, hingga Triwulan III-2012 Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi nomor dua di Asia yaitu sebesar 6,29 persen.

"Kami mencatat terdapat kerapuhan di balik angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup fantastis," kata ekonom INDEF Didik J Rachbini dalam Sarasehan Ekonomi "Menyongsong Ekonomi Indonesia 2014" di Jakarta, Rabu.

"Pertumbuhan Indonesia tinggi namun keropos. Pertumbuhan hanya dinikmati oleh sektor non-tradable yang relatif padat modal, dengan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja yang rendah," kata Didik.

INDEF mencatat sektor padat karya (tradable), sektor pertambangan dan penggalian hanya tumbuh 1,94 persen, pertanian hanya tumbuh 4,27 persen, dan industri pengolahan tumbuh 5,81 persen.

Padahal sektor tradable menyerap lebih dari separuh tenaga kerja nasional (dari 110,8 juta pekerja).

Selain itu, lanjut Didik, kerapuhan lainnya yakni menurunnya daya saing ekonomi Indonesia.

Indeks daya saing global Indonesia turun dari posisi ke-46 (2011-2012) menjadi ke-50 (2012-2013) dari 144 negara.

"Penyebab utamanya adalah memburuknya variabel pokok daya saing seperti korupsi dan penyogokan, perilaku tidak etis dunia usaha, serta biaya yang muncul akibat kejahatan dan kekerasan," ujar Didik.

Peringkat melakukan usaha di Indonesia juga masih berada pada peringkat ke-128. Hal itu disebabkan berbelitnya birokrasi memulai usaha, pengurusan ijin, perpajakan, dan perlindungan investor.
(C005/S004)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2012