Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan pelaksanaan hapus tagih piutang bank BUMN atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi memerlukan standarisasi mekanisme hapus tagih agar tidak terjadi kontra produktif.

"Kami mendorong adanya prosedur operasi standar (SOP) yang terukur dan fokus pada penyelesaian kredit bermasalah," kata anggota BPK Bahrullah Akbar dalam diskusi panel terbatas mengenai putusan MK atas piutang hapus buku bank negara di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pedoman standar itu merupakan tindak lanjut dari putusan MK bahwa aset BUMN bukanlah kekayaan negara. Dengan adanya SOP, BPK bisa memeriksa kinerja bank yang melaksanakan putusan tersebut.

"Sehingga per tiga bulan kita bisa memeriksa kinerja penyelesaian piutang bank BUMN berdasarkan SOP yang telah disusun," tuturnya.

Bahrullah juga mendukung penyusunan mekanisme yang transparan dan jelas sehingga tidak ada interpretasi berbeda.

Selain itu, fungsi akuntabilitas juga harus ditegakkan, dimana perbaikan atas kelemahan aturan yang telah dibuat Bank Indonesia bisa segera diperbaiki.

"BI mengaku telah membuat banyak aturan terkait putusan piutang hapus buku ini, tetapi jika ada kelemahan, tentu harus diperbaiki," jelasnya.

Bahrullah juga menuturkan pentingnya pengawasan intensif dari pihak terkait seperti Kementerian BUMN hingga Otoritas Jasa Keuangan yang akan mulai resmi beroperasi 2014 mendatang.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Ronald Waas juga menegaskan pentingnya pedoman tertulis sebagai pegangan dalam pengambilan keputusan guna merestrukturisasi piutang.

"Pedoman ini menjadi penting dalam menghadapi implikasi hukum yang mungkin terjadi, sehingga memberikan rasa aman bagi manajemen bank dalam mengambil keputusan," katanya.

(A062/B008)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2012