Washington (ANTARA) - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada Rabu (12/4) mendesak para pembuat kebijakan fiskal untuk mengadopsi kebijakan fiskal yang lebih ketat guna membantu bank-bank sentral dalam menghadapi inflasi.

"Di tengah inflasi yang tinggi, pengetatan kondisi pembiayaan, dan utang yang meningkat, para pembuat kebijakan harus memprioritaskan untuk menjaga kebijakan fiskal tetap konsisten dengan kebijakan-kebijakan bank sentral guna mendorong stabilitas harga dan keuangan," kata IMF.

Pernyataan itu dikeluarkan IMF dalam sebuah blog ketika organisasi tersebut merilis Monitor Fiskal terbarunya.

Laporan tersebut menyatakan bahwa banyak negara akan membutuhkan kebijakan fiskal yang ketat untuk mendukung proses disinflasi yang sedang berlangsung, terutama jika inflasi yang tinggi bersifat persisten.

"Kebijakan fiskal yang lebih ketat akan memungkinkan bank-bank sentral untuk menaikkan suku bunga lebih rendah daripada yang seharusnya," menurut blog itu, yang ditulis oleh ekonom IMF Francesca Caselli beserta rekan-rekannya.

Langkah seperti itu, menurut tulisan tersebut, "...akan membantu menahan biaya pinjaman untuk pemerintah dan mengendalikan kerentanan finansial."

Sementara itu, IMF mencatat bahwa kebijakan fiskal yang lebih ketat membutuhkan "jaring pengaman yang ditargetkan dengan lebih baik guna melindungi rumah tangga yang paling rentan."

Kebutuhan yang dimaksud juga mencakup langkah untuk mengatasi kerawanan pangan, sekaligus menahan peningkatan pengeluaran secara keseluruhan.

Menurut Monitor Fiskal yang baru saja dirilis, defisit fiskal sejak 2020 telah menurun.

Penurunan itu disebutkan terjadi setelah lonjakan utang pemerintah yang bersejarah pada 2020, yang mencapai hampir 100 persen dari produk domestik bruto (PDB) akibat kontraksi ekonomi dan dukungan besar-besaran dari pemerintah.

Selama dua tahun terakhir, utang global mencatatkan penurunan paling tajam dalam beberapa dasawarsa terakhir dan tercatat berada di level 92 persen dari PDB pada akhir tahun lalu. 

Angka tersebut masih sekitar 8 poin persentase di atas perkiraan prapandemi.

"Mengurangi kerentanan utang dan membangun kembali penyangga fiskal dari waktu ke waktu merupakan prioritas utama," kata blog tersebut.

Di negara-negara berkembang berpenghasilan rendah, biaya pinjaman yang lebih tinggi juga membebani keuangan negara, dan 39 negara sudah atau hampir mengalami kesulitan utang.

IMF mengimbau para pembuat kebijakan untuk meningkatkan berbagai upaya guna mengembangkan "kerangka kerja fiskal berbasis risiko yang kredibel."

Langkah seperti itu diharapkan dapat mengurangi kerentanan utang seiring berjalannya waktu serta membangun ruang yang diperlukan untuk menangani guncangan di masa depan.

IMF mencatat bahwa negara-negara berpenghasilan rendah menghadapi "tantangan yang sangat berat."

Organisasi itu mengatakan kerja sama internasional "sangat penting" dalam membantu negara-negara tersebut mengatasi beban utang yang tidak berkelanjutan dengan cara yang teratur dan tepat waktu.  

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Tia Mutiasari
COPYRIGHT © ANTARA 2023