Yogyakarta (ANTARA News) - Total bantuan AS yang diturunkan untuk membantu Pemerintah Indonesia mengatasi bencana gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah sebanyak 5 juta dolar AS, ditambah dengan asistensi kesehatan dari militer AS yang berasal dari Komando Pasifik AS di Okinawa. Duta Besar AS di Indonesia, B Lynn Pascoe, di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Rabu, saat meninjau kesiapan tim medis Pasukan Ekspidisi Marinir Ketiga AS yang ditempatkan di Gedung Olahraga Sultan Agung, di Kecamatan Sewon, menyatakan, Rabu, semua bantuan itu ditujukan untuk meringankan beban Indonesia menghadapi bencana alam ini. Presiden Susilo B Yudhoyono sendiri, saat akan kembali ke Jakarta setelah berkantor di Istana Negara Yogyakarta guna mengawasi tahap tanggap darurat bencana alam itu, sempat bertemu dengan Pascoe di Pangkalan Udara Utama TNI-AU Adi Sutjipto. Dalam pembicaraan keduanya, disampaikan ungkapan terima kasih Yudhoyono atas wujud keprihatinan Presiden George W Bush yang langsung menelepon dirinya begitu bencana itu terjadi. Menurut rencana, dalam waktu beberapa hari lagi akan datang kapal rumah sakit Angkatan Laut AS, USNS Mercy, yang membawa 135 tim kesehatan. Tim itu terdiri dari berbagai spesialis penyakit, di antaranya bedah tulang, trauma guncangan, kesehatan gigi, penyakit dalam, serta dilengkapi berbagai fasilitas. Dengan difasilitasi pemerintah Indonesia dan USAID, bantuan kemanusiaan itu akan langsung diberikan kepada korban yang memerlukan. Di dalam bantuan kemanusiaan itu, terdapat bantuan dari berbagai lembaga sosial, di antaranya Organisasi Migrasi Internasional, International Medical Corps, dan lain-lain. Menginjak hari keempat bencana alam itu terjadi, aliran bantuan kemanusiaan dari berbagai pihak dalam dan luar negeri, mulai deras disalurkan. Kebanyakan bantuan kemanusiaan itu terdiri dari bahan makanan, minuman, dan pakaian layak pakai. Jalan-jalan utama di kota Yogyakarta dan jalan menuju Kabupaten Bantul, Parangtritis, Sleman, Imogiri, dan Klaten, sejak Rabu siang dipenuhi truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan itu. Jalan-jalan menjadi macet yang selain dikarenakan aliran bantuan kemanusiaan itu, juga dikarenakan masyarakat yang menonton reruntuhan. Truk-truk bantuan bahan kemanusiaan dari Bank Indonesia, sebagai misal, harus dikawal oleh polisi agar jalan bisa terbuka di Jalan Raya Bantul menuju Kecamatan Sewon dan pantai selatan, di antaranya Parangtritis. Jalan yang cuma terdiri dari dua jalur itu semakin sempit karena banyak drum didirikan untuk mengumpulkan donasi. Di kawasan Pleret, Bantul, jalan-jalan yang melintasi persawahan menuju Desa Mlese juga mulai ramai dilalui mobil dan truk yang mengangkut bahan bantuan kemanusiaan itu, sementara masyarakat korban berdiri di kedua sisi menantikan bantuan itu jatuh kepada mereka. Sekali pun demikian, bantuan yang berupa tenda-tenda untuk tempat bernaung masih lebih sedikit ketimbang aliran bahan pangan dan sandang itu. Di Desa Mlese, banyak orang yang memilih tidur di halaman rumahnya pada malam hari karena masih takut terjadi gempa lagi. Padahal, rumah-rumah mereka masih cukup kokoh berdiri atau hanya sedikit sekali yang retak-retak di dindingnya. Mereka lebih suka mendirikan "tenda" yang terbangun dari lembaran plastik bekas karung pupuk, di pematang sawah, ketimbang tidur di dalam rumah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006