Surabaya (ANTARA) - Pakar Hubungan Internasional (HI) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Randy Wirasta Nandyatama, Ph.D., menyebut sebagai ketua ASEAN Indonesia ingin mengembalikan sentralitas perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara untuk kembali menjadi forum penyelesaian masalah regional.

  "Indonesia ingin mengembalikan sentralitas ASEAN saat KTT ke-42 ASEAN atau ASEAN Summit di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada 9-11 Mei 2023. Disadari sentralitas ASEAN mulai pudar," kata Randy saat dihubungi di Surabaya, Minggu.

  Klaim sentralitas ASEAN bisa terjadi, kata dia, salah satunya dengan mendorong atau langkah lebih lanjut soal penyelesaian konflik Laut China Selatan. Sebab, dalam beberapa waktu terakhir ASEAN dianggap kurang greget.

  "Dalam KTT ASEAN nanti Indonesia pengin mendorong atau langkah lebih lanjut soal penyelesaian konflik Laut China Selatan. Indonesia bisa jadi fasilitator, ASEAN bisa menjadi fasilitator untuk penyelesaian laut China Selatan," kata Sekretaris Departemen HI UGM itu.

  Dia mencontohkan, ASEAN tidak lagi menjadi sentralitas karena pertama semakin kuatnya pengaruh China dan Amerika Serikat.

  "Kedua kalau dilihat teknis saja, negara lain yang dulunya selalu menggunakan forum ASEAN untuk saling berkomunikasi, saat ini muncul forum lain, kerja sama di luar ASEAN," kata Randy.

  Menurut dia, ASEAN harus bisa menunjukkan kemampuannya sebagai forum untuk menyelesaikan isu regional. Implikasinya Indonesia pengin mendorong Code Of Conduct (COC) atau Declaration On The Conduct Of Partners In The South China Sea.

  Selain itu, untuk mengembalikan sentralitas ASEAN, Indonesia perlu aktif dalam penyelesaian krisis di Myanmar. Sebab, selama ini ASEAN dianggap sebagai forum yang nyaman untuk semua orang dan efektif.

  "Di mana-mana banyak yang mengatakan terkait Myanmar, ASEAN lah yang harus berperan. ASEAN sudah melakukan itu dengan membuat five point of consensus. Kayaknya agak susah. Ini muncul berkaitan dengan keketuaan ASEAN sendiri," katanya.

  Dia melihat, tampaknya five point of consensus itu belum dihormati. Randy mencontohkan ada degree isu yang lebih mudah. Misalkan memberikan akses bantuan. Ini menjadi tantangan Indonesia.

  "Jujur tidak bisa menyelesaikan masalah Myanmar selama setahun ini tapi Indonesia bisa mendorong myanmar untuk menunjukkan itikad baik karena sampai sekarang belum ada. Misalkan memberikan akses humanitarian dan AIDS. Itu agak susah," ujar dia

Pewarta: Willi Irawan
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2023