Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak semua pihak untuk meletakkan Pancasila sebagai rujukan sumber inspirasi dan jendela solusi untuk menjawab tantangan nasional menuju Indonesia yang dicita-citakan. "Pancasila adalah falsafah, dasar negara, ideologi terbuka yang menjadi sumber pencerahan, sumber inspirasi dan sumber solusi atas masalah-masalah yang hendak kita pecahkan," kata presiden dalam perayaan hari ulang tahun Pancasila ke-61 di Jakarta Convention Center, Kamis. Menurut Presiden, meski sejak reformasi muncul perdebatan mengenai Pancasila sebagai dasar negara, hendaknya hal itu dihilangkan karena MPR RI pada tahun 1998 telah mengeluarkan TAP MPR RI nomor 18/1998 yang mencabut Tap MPR 2/1978 tentang P4 sekaligus menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. "Dengan demikian marilah kita sudahi perdebatan Pancasila sebagai dasar negara," kata Presiden dalam acara yang dihadiri sejumlah pimpinan lembaga negara dan menteri-menteri kabinet Indonesia bersatu itu. Dikatakannya, Pancasila saat ini harus mampu digunakan untuk membangun kesejahteraan bersama dan keadilan sosial di tengah-tengah era globalisasi yang syarat hukum dan kaidah-kaidah kapitalisme, pasar bebas dan pasar terbuka. Menurutnya, Indonesia harus menjadi bangsa yang cerdas dalam era globalisasi bukan bangsa yang terus mengeluh, menyerah, atau marah, tetapi menjadi bangsa yang secara cerdas mampu mengalirkan sumber-sumber kesejahteraan yang tersedia di arena global, seperti teknologi, modal, dan reformasi. "Semua itu jika digunakan dengan baik bisa untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepentingan kita. Don`t be a looser dalam globalisasi," katanya. Dikatakan Presiden, dalam delapan tahun perjalanan reformasi ini telah muncul di masyarakat semacam disorientasi, penolakan, konflik, kegamangan, pesimisme, apatisme, demoralisasi, kekosongan, kemarahan bahkan kebencian. Berbagai pihak lantas membicarakan upaya membuat Indonesia baru. Namun, hal itu secara sosiologis menimbulkan kerawanan, sebab dalam masa transisi, nilai dan tatanan lama sering sudah ditinggalkan, sementara nilai dan tatanan baru belum terwujud. "Bahkan barangkali kita belum membangun konsensus baru bagi terbangunnya nilai dan tatanan dalam reformasi ini tanpa meninggalkan konsensus fundamental yang dibuat pendiri negara ini," katanya. Menurutnya, mulai tahun 1998 ke depan Indonesia ingin mengkonstruksikan kembali negara ini dalam era globalisasi dan demokratisasi sejagad. Namun, menurutnya, upaya ini pasti melahirkan tantangan yang besar karena dalam globalisasi juga ada kepentingan-kepentingan yang ingin mengatur Indonesia. "Ada tangan-tangan yang kita sebut the invisible hand yang juga ikut mengatur dan menata Indonesia dikonstruksikan kembali. Meski itu tidak selamanya jelek, tetapi banyak juga yang tidak sejalan dengan konsep dasar kebangsaan Indonesia," katanya. Menurut Presiden, sebagiannya positif misalnya bagaimana interaksi dengan masyarakat global seperti membangun good governance, memberantas korupsi dan menegakkan hukum, tetapi ada juga yang mempengaruhi hal-hal yang tidak baik dan tidak sejiwa yang tidak sejalan dengan nilai jati diri dan konsep dasar kebangsaan kita," katanya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006