Jakarta (ANTARA) - Subvarian terbaru virus COVID-19 XBB.1.16 atau Arcturus dapat membuat beberapa orang mengalami mata merah, sebuah gejala yang tidak ditemukan pada jenis virus corona sebelumnya.

Profesor penyakit menular di Vanderbilt University di Tennessee William Schaffner, M.D., kepada Everyday Health mengatakan XBB.1.16 memiliki satu mutasi tambahan pada protein spike dibandingkan dengan XBB.1.5.

Mutasi dilaporkan membuat varian baru jauh lebih menular daripada jenis lainnya. Ditambah lagi, varian ini juga memiliki manifestasi klinis baru berupa konjungtivitis.

Baca juga: Dokter sebut COVID-19 subvarian Omicron XBB mampu kelabui antibodi

"Ini lebih mungkin daripada varian Omicron lainnya untuk menghasilkan demam, dan menghasilkan konjungtivitis (mata merah), terutama pada anak-anak. Sejauh ini, mata merah tampak bertahan beberapa hari hingga seminggu," kata Schaffner seperti disiarkan Medical Daily, Rabu (19/4).

Konjungtivitis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan pembengkakan konjungtiva yakni lapisan tipis dan transparan dari jaringan yang menutupi bagian putih mata, menurut American Optometric Association.

Ada tiga penyebab umum mata merah yaitu alergi, infeksi, dan bahan kimia. Kemerahan yang ringan sering disertai dengan rasa gatal dan adanya cairan bening.

Schaffner meragukan mata merah bisa menjadi cara utama penyebaran COVID-19. Tetapi dia mengingatkan bahwa virus dapat sampai ke ujung jari dan menjadi lebih menular, maka hal ini dapat menyebabkan lebih banyak penularan, terutama pada anak-anak.

"Jika mata Anda merah, gatal, dan menurut Anda itu alergi atau hanya pilek, lakukan tes COVID-19 untuk memastikannya," ujar Komisaris Departemen Kesehatan Masyarakat Chicago Dr. Allison Arwady kepada NBC5.

Dia mengatakan, vaksin COVID-19 masih memberikan perlindungan untuk semua varian Omicron.

Baca juga: Dinkes: Batuk dan demam jadi gejala dominan COVID-19 di Jakarta

Baca juga: Dinkes DKI Jakarta: Mata merah jadi gejala baru Arcturus

Baca juga: Orang dewasa dirawat akibat COVID-19 di AS alami gejala berkepanjangan

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2023