Dili (ANTARA News) - Perdana Menteri Timor Leste Mar`i AlKatiri, yang menghadapi tekanan, Jumat, menampik tuntutan dari pemimpin tentara pemberontak di negara kecil tersebut agar mundur dan sebaliknya menyeru tentara pemberontak agar menyerahkan senjata mereka. "Saya takkan mundur," kata AlKatiri dalam wawancara dengan AFP, satu hari setelah komandan pemberontak Mayor Alfredo Reinhado mengatakan PM itu harus mundur guna mengakhiri kekacauan yang telah mengguncang negara tersebut. Berpekan-pekan kerusuhan yang pertama kali meletus ketika AlKatiri memecat 600, dari sebanyak 1.400, prajurit di negeri itu, setelah mereka mogok guna memprotes apa yang mereka sebut diskriminasi terhadap tentara dari bagian barat negeri itu. Reinhado, Kamis, mengatakan ia mengomandoi tentara tersebut dan mereka tetap setia kepada Presiden Xanana Gusmao, tapi AlKatiri tak dapat tetap memangku jabatan. AlKatiri, Jumat, menyeru tentara itu agar menyerahkan senjata mereka. "Mesti ada keputusan oleh pasukan tak reguler untuk menyerahkan senjata mereka, saya harap mereka akan ikut membantu menyelesaikan seluruh masalah ini, krisis ini," kata PM tersebut. Namun, Reinhado telah mengatakan ia akan tetap berada di hotel mewah yang telah didudukinya di markasnya di gunung di kota kecil Maubisse sampai "panglima tertingginya" Gusmao memerintahkan dia kembali ke ibukota negeri tersebut, Dili --yang dikoyak kerusuhan. Gusmao telah mengeluarkan seruan kepada semua pihak yang bertikai dari bagian barat dan timur negeri itu agar saling memaafkan, dan meminta diwujudkannya persatuan guna mengakhiri berpekan-pekan kerusuhan. AlKatiri, yang telah dibayangi oleh status pahlawan rakyat Gusmao, juga telah menampik seruan dari pemrotes di jalan-jalan kota Dili yang menyerukan pengunduran dirinya. Ia dipandang sebagai politikus karir yang telah muncul melalui jajaran partai yang berkuasa, Fretilin. Dua menteri yang bertanggung jawab atas keamanan di Timor Leste secara resmi mengundurkan diri pekan ini, tapi penjarahan berlanjut Jumat, setelah sekumpulan 300 orang menjarah gudang pemerintah. Kendati hidup di kota tersebut secara perlahan berangsur normal, setelah berhari-hari kerusuhan, penjarahan yang mempertegas masalah yang ada di negara paling miskin di Asia itu, tempat lebih dari 2.000 prajurit asing telah dikerahkan untuk memulihkan ketenangan. "Rakyat kelaparan, dan mereka tak memiliki uang. Jadi, mereka mencuri barang dengan harapan dapat menjualnya dan memanfaatkan uangnya untuk membeli makanan di toko," kata Joao Pereira, perwira polisi Timor di lokasi penjarahan. Personil polisi dan militer Australia menjaga daerah tersebut. Angkutan umum kembali beroperasi di jalan, Jumat, dan taksi juga beroperasi lagi, sementara warga menyampaikan harapan bahwa kerusuhan akan dapat dipadamkan. Lebih dari 2.000 prajurit Australia dan dari negara lain dikerahkan guna memadamkan kerusuhan, yang telah menewaskan sedikitnya 20 orang.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006