Singapura (ANTARA) - Harga minyak bertahan stabil di perdagangan Asia pada Selasa sore, karena investor mempertimbangkan perjalanan liburan yang kuat di China yang dapat meningkatkan permintaan bahan bakar terhadap prospek kenaikan suku bunga di tempat lain yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Minyak mentah berjangka Brent turun tipis 3 sen menjadi diperdagangkan di 82,70 dolar AS per barel pada pukul 06.20 GMT, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga sedikit menyusut 3 sen menjadi diperdagangkan di 78,73 dolar AS per barel.

Minyak berjangka telah naik lebih dari satu persen pada Senin (24/4/2023) di tengah optimisme bahwa perjalanan liburan di China akan meningkatkan permintaan bahan bakar di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Pemesanan di China untuk perjalanan ke luar negeri selama liburan May Day mendatang menunjukkan pemulihan berkelanjutan dalam perjalanan ke negara-negara Asia. Namun, jumlahnya tetap jauh dari tingkat pra-COVID, dengan harga tiket pesawat jarak jauh melonjak dan tidak tersedia cukup penerbangan.

Baca juga: Minyak turun di Asia, investor kaji permintaan China dan suku bunga

"Investor menyatakan optimisme bahwa perjalanan liburan China akan meningkatkan permintaan bahan bakar di importir minyak terbesar dunia," kata Leon Li, seorang analis di CMC Markets.

"Selain itu, ekspektasi untuk perlambatan pertumbuhan produk domestik bruto AS pada kuartal pertama mendorong mundurnya indeks dolar AS kemarin, mendukung kenaikan harga minyak."

Dolar AS yang lebih lemah dapat membantu permintaan global akan minyak karena membuatnya lebih murah bagi pemegang mata uang asing di negara lain.

Namun, investor tetap waspada terhadap bank sentral di Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa yang berpotensi menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk mengekang inflasi, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan energi.

Federal Reserve AS, Bank Sentral Inggris dan Bank Sentral Eropa diperkirakan akan menaikkan suku bunga ketika mereka bertemu di minggu pertama bulan depan.

Baca juga: Minyak melemah di awal sesi Asia, khawatir resesi dan permintaan lemah

"(Ada) Federal Reserve yang masih hawkish, prediksi resesi di Barat pada paruh kedua tahun ini, potensi pemulihan permintaan minyak yang lebih rendah dari perkiraan di China dan ekspor minyak Rusia yang masih kuat meskipun panduan resminya ada pemotongan 500.000 barel per hari (bph)," kata Suvro Sarkar, pemimpin tim sektor energi di Bank DBS.

"Namun, kami percaya harga minyak akan bangkit kembali ke level 85 dolar AS per barel dan di atas lagi dalam beberapa bulan mendatang karena pemotongan OPEC+ dimulai dan lebih banyak bukti pertumbuhan permintaan minyak dari China masuk."

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pada Februari negara itu akan mengurangi produksi sebesar 500.000 barel per hari pada Maret, kemudian pada awal April berjanji untuk memperpanjang pemotongan hingga akhir tahun.

Namun sumber perdagangan dan pengiriman mengatakan bahwa pemuatan minyak dari pelabuhan barat Rusia pada April akan naik ke level tertinggi sejak 2019, di atas 2,4 juta barel per hari, meskipun Moskow berjanji untuk memangkas produksi.

Sementara itu, investor pada Selasa menunggu data industri stok minyak AS. Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan data menunjukkan persediaan minyak mentah AS turun sekitar 1,7 juta barel dalam seminggu hingga 21 April.

Data pemerintah AS tentang persediaan minyak akan dirilis pada Rabu (26/4/2023).

Baca juga: Minyak jatuh di Asia karena khawatir permintaan dan penguatan dolar

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2023