Moskow, Rusia (ANTARA) - Sekelompok akademisi pro-Ukraina mendesak Barat untuk memberikan sanksi lebih tegas terhadap Rusia, termasuk mengurangi harga minyak sampai 30 dolar AS (Rp 448,065) per barel, embargo penuh terhadap beberapa produk Rusia, serta penyitaan aset Rusia yang lebih mudah.

Kelompok Internasional Sanksi Rusia, yang beranggotakan 40 akademisi termasuk Michael McFaul, mantan duta besar AS untuk Rusia lulusan Universitas Stanford, mengatakan bahwa sanksi-sanksi yang lebih berat akan mengurangi kemampuan Rusia untuk memerangi Ukraina.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan pembunuhan, penderitaan, dan kehancuran ekonomi yang sedang berlanjut adalah dengan mengalahkan militer Rusia dan memaksa pasukan Rusia untuk meninggalkan teritori Ukraina," kata kelompok tersebut dalam sebuah catatan tertanggal 24 April.

Mereka mengatakan bahwa mereka berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pemerintahan Ukraina, namun tidak mengikuti arahan dari Kiev, yang sudah sejak lama mendesak agar Moskow diberi sanksi yang lebih keras.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa upaya Barat untuk mengacaukan ekonomi Rusia sama saja dengan mengumumkan perang ekonomi, tetapi hal itu tidak memiliki dampak yang begitu serius. Moskow sudah mengubah jalur ekspor, terutama minyak, ke Asia.

Dalam laporan tersebut, yang berjudul 'Rencana Aksi 2.0 - Memperketat Sanksi terhadap Rusia', para akademisi mengatakan bahwa sektor energi Rusia harus menjadi target utama.

Pada Desember, negara-negara ekonomi besar membatasi harga minyak Rusia yang dikirimkan lewat jalur laut menjadi 60 dolar AS (Rp 896.130). Pihak-pihak yang meminta sanksi lebih keras mengatakan bahwa dampaknya tidak terlalu besar karena batas harga itu mirip dengan harga pasarannya. Moskow menyebut pembatasan harga itu sebagai sesuatu yang ilegal.

"Kami melihat sanksi-sanksi dalam bidang energi sebagai kunci untuk menahan kemampuannya berperang, apalagi dengan G7 belakangan ini memutuskan tidak menurunkan batasan harga," kata grup itu.

Ada desakan untuk batas harga diturunkan menjadi 45 dolar AS (Rp 672.097) sesegera mungkin, sampai akhirnya turun ke 30 dolar AS, jumlah yang diduga sebagai biaya produksi marginal Rusia.

Batasan tersebut harus dibuat lebih ketat, dan Rusia harus diberikan pajak impor minyak dan gas, kata mereka. Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan harus melakukan embargo terhadap energi Rusia di Asia Timur.

Mereka menambahkan bahwa negara-negara Barat harus memberikan sanksi penuh terhadap perusahaan-perusahaan energi Rusia besar seperti Gazprom, Gazpromneft, Rosneft, Surgutneftegaz, Lukoil, Tatneft, Transneft, Sibur, Zarubezhneft dan Novatek.

Tiap perusahaan minyak dan gas Barat yang masih berada di Rusia harus dipajaki 100 persen atas keuntungan yang mereka peroleh dari operasi di Rusia, sementara layanan ladang minyak negara-negara Barat harus dihentikan bagi Rusia.

Barat harus melakukan embargo terhadap seluruh produk besi dan baja Rusia, serta berlian dan perhiasannya, kata kelompok akademisi itu. Hukuman lebih berat juga harus diberikan kepada bank-bank besar Rusia. Harus ada tenggat waktu yang ditetapkan agar bank-bank asing pergi.

Kelompok tersebut mendesak agar ada cara yang lebih mudah untuk menyita aset-aset Rusia di seluruh dunia.

Sumber: Reuters
Baca juga: China tolak sanksi dari AS terkait Rusia terhadap perusahaan mereka
Baca juga: Putin peringatkan dampak sanksi Barat bagi perekonomian Rusia
Baca juga: Rusia berhasil alihkan ekspor minyak dari Eropa ke negara bersahabat

Pewarta: Mecca Yumna
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2023