Jakarta (ANTARA) - Pianis perempuan Mery Kasiman akan membuka seri konser Alur Bunyi tahun 2023 dengan memimpin paduan musik klasik dan elektronik pada Kamis 4 Mei mendatang di GoetheHaus Jakarta.

Diiringi paduan bunyi akustik dan elektronik, Mery mempersembahkan karya- karya puitis bertajuk “Astha” yang diciptakan khusus untuk penampilannya kali ini. Bermakna “delapan” dalam bahasa Sansekerta, Astha merepresentasikan delapan unsur kesentosaan hidup yaitu keluarga, sahabat, kesehatan, pendidikan, kemerdekaan, cita-cita, cinta, dan kedamaian.

“Delapan unsur ini bisa aku rasakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menginspirasiku untuk menjadikannya cerita dalam komposisi-komposisi yang akan ditampilkan,” kata Mery melalui keterangan resmi yang diterima Selasa.

Mengambil contoh unsur keluarga, Mery membuat komposisi yang mengambil tema dari tanggal ulang tahun ayahnya. Selain itu, Mery akan membuat musikalisasi sebanyak dua puisi dari sastrawan Zen Hae, yakni "Dua Tangisan" dan "Di Halte Malam Jatuh" yang akan dibawakan di Alur Bunyi.

Baca juga: Mitra Seni Indonesia hadirkan Pagelaran Amal Sayembara Slagaima

Beranjak dari gagasan "Astha", Mery akan tampil diiringi oleh sejumlah musisi di antaranya Carmen Caballero Fernández, Dalilektra, Dani Ramadhan, Danny Robertus, Julian Abraham Marantika, Sanjung Prima Cahaya Dewi, dan Yasintha Pattiasina.

Mereka akan memainkan ragam instrumen mulai dari alat musik klasik seperti string quartet dan flute, hingga modular synthesizer yang kontemporer. Penampilan ini juga akan dilengkapi dengan suguhan visual dari Patricia Adele Hutauruk.

Dalam "Astha", Mery dan para musisi pendukungnya merenungkan gagasan bahwa kemanusiaan adalah bangunan cerita, tentang proses mengalami siklus hidup, dan pengaruh proses ini terhadap emosi seseorang.

Saat tampil, proses ini menjadi katalisator yakni setelah musik dikomposisi bersama rekan-rekan penampil sebelum panggung digelar, musik yang sama akan dipadukan dan diracik ulang di atas panggung dalam upaya mencapai kemurnian dan menciptakan identitas yang unik layaknya kehidupan.

Lebih dari sekadar suatu perayaan yang dangkal, perenungan Mery memantik pertanyaan dan kontemplasi tentang hal-hal yang melampaui duniawi yaitu hidup, mistisisme, dan keabadian.

Seri konser eksperimental kontemporer Alur Bunyi dari Goethe-Institut Indonesien kembali hadir tahun ini dengan penampilan-penampilan kolaborasi sejumlah musisi dan seniman Indonesia.

Alur Bunyi 2023 akan hadir dengan sejumlah seri konser yang kemudian disusul oleh Festival Alur Bunyi pada pertengahan tahun. Memasuki tahun ke- 7, Alur Bunyi kali ini menggarisbawahi nilai-nilai representasi, aksesibilitas, dan keberlanjutan.

"Pada edisi perdana tahun ini, kami meyakinkan Mery untuk membentuk ansambel yang meleburkan akustik dan elektronik. Pengalaman mendengarkan bunyi-bunyian yang dihasilkan dalam eksperimen ini diharapkan dapat membuat penonton berpikir kembali tentang batas-batas musik," ujar Koordinator Program Goethe-Institut Indonesien Elizabeth Soegiharto.

Program yang telah dirancang untuk tahun ini berisi nama-nama seniman berbakat yang mengusung nilai-nilai yang sama. Melalui proses kurasi yang cermat, Alur Bunyi ingin menantang sekaligus menginspirasi, menghadirkan kebaruan dalam hal gagasan, bunyi, dan pemikiran. Alur Bunyi membuka ruang dialog yang bertumpu pada bunyi dan menyediakan wadah kreatif bagi para seniman dan musisi Indonesia.

Baca juga: Mengasuh cinta dalam gelaran pertunjukan di hari raya

Baca juga: Pagelaran Sabang Merauke ajak pemuda lestarikan budaya

Baca juga: KemenPPPA: Gelar Karya Residensi bentuk upaya perlindungan anak

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2023