Guangzhou (ANTARA) - Sekitar 20 tahun yang lalu, pengusaha Indonesia Sutoyo Raharto membawa kopi Indonesia ke China. Namun produk kopi itu bukan untuk dijualnya, melainkan disajikan sebagai hidangan istimewa bagi teman-teman sekelasnya di China.

Kini, Sutoyo Raharto memamerkan kopi luwak Indonesia itu di Canton Fair di China, dengan harapan produk asli Indonesia tersebut mendapat peluang promosi hingga mampu menembus pasar di China.

"Ini merupakan kali pertama saya menghadiri pameran ini dan saya berharap dapat bertemu dengan lebih banyak mitra bisnis, menemukan agen yang cocok, dan mempromosikan penjualan kopi Indonesia di China," ujar Sutoyo Raharto, Manajer Umum PO Kopi Negrikoe.

Canton Fair ke-133 yang sedang berlangsung di Guangzhou, Provinsi Guangdong, China selatan, merupakan acara luring (tatap muka) komprehensif pertama sejak pandemi COVID-19. Total area pameran impor yang diikuti Sutoyo Raharto mencapai 30.000 meter persegi, menarik 508 perusahaan internasional dari 40 lebih negara dan kawasan.

Didirikan pada 1999, PO Kopi Negrikoe merupakan produsen kopi di Jawa yang mengkhususkan bisnisnya pada produksi dan penjualan kopi luwak Indonesia. Sutoyo mengatakan bahwa kopi tersebut telah diekspor ke beberapa negara, seperti Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Belanda.

Di Indonesia sendiri kopi ini sangat populer di kalangan warga Tionghoa dan wisatawan China.

Selain popularitas kopi luwak di kalangan konsumen China, pasar konsumsi kopi yang besar di China juga memotivasi untuk mempromosikan kopi Indonesia di China, tutur Sutoyo. 

"Harga kopi bervariasi mulai dari 200 yuan hingga 800 yuan per 100 gram. Meskipun harganya relatif mahal, konsumen China memiliki minat yang besar terhadap kopi dan mengantre untuk membelinya," tutur Sutoyo.
 
  Sejumlah produk biji kopi luwak Indonesia yang diproduksi oleh PO Kopi Negrikoe dipamerkan bersama produk asli Indonesia lainnya seperti rempah-rempah, cubilose (ekstrak sarang burung), dan teh Butong dari Pulau Sumatra, di salah satu stand pada pameran China-ASEAN Expo (CAEXPO) atau Canton Fair di Nanning, Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi, China selatan. Hanya dalam waktu empat hari di pameran tersebut, produk kopi luwak asli Indonesia itu berhasil terjual hampir 200 kilogram. (Xinhua)


"Dulu ketika saya belajar di Beijing pada 1998, hanya ada beberapa kedai kopi saja di kota itu. Sekarang, kedai kopi dapat dilihat di mana-mana dan bahkan ada kedai kopi Indonesia. Pasar kopi di China masih terus berkembang," ujar pria itu.

Data dari perusahaan riset iiMedia Research menunjukkan bahwa ukuran pasar industri kopi China mencapai 381,7 miliar yuan (1 yuan = Rp2.127) pada 2021, yang diperkirakan akan mencapai 617,8 miliar yuan pada 2023. Selain itu, industri kopi akan mempertahankan tingkat pertumbuhan hingga 27,2 persen dan akan mencapai 1 triliun yuan pada 2025.
 
   Pemilik usaha PO Kopi Negrikoe Sutoyo Raharto yang memproduksi kopi luwak asli Indonesia memberi penjelasan tentang kopi yang dipamerkannya kepada dua wanita pengunjung Canton Fair. Konsumen China memiliki minat yang besar terhadap kopi dan mengantre untuk membelinya. Seiring dengan semakin terbukanya pasar China, maka semakin banyak pula produk Indonesia yang diizinkan masuk ke pasar China dan membuka lebih banyak peluang bisnis bagi kalangan pengusaha Indonesia. (Xinhua)Tansri.


Kesuksesan besar dalam pameran tersebut membuat pria Indonesia itu semakin yakin untuk melebarkan sayap ke pasar China.

Selain Canton Fair, dirinya akan mengikuti ajang SIAL International Food Exhibition (Shenzhen) serta Pameran Impor dan Ekspor China yang masing-masing akan diselenggarakan pada Agustus dan November tahun ini, dan dia sangat yakin kopi Indonesia yang berkualitas tinggi akan disambut baik oleh pasar China, ujar Sutoyo..

Selain kopi, komoditas khas Indonesia, seperti rempah-rempah, cubilose (ekstrak sarang burung), dan teh Butong dari Pulau Sumatra, juga dipamerkan di Canton Fair.

Dengan pesatnya perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan Indonesia-China, banyak produk Indonesia dapat ditemui di pasar China, namun sebagian besar di antaranya tidak dapat teridentifikasi daerah asalnya. "Oleh karena itu, produk yang kami pamerkan kali ini merupakan produk dengan indikasi geografis Sumatra," ujar Tansri Chandra, seorang pebisnis terkemuka asal Sumatra Utara.

Tansri telah berpartisipasi dalam Canton Fair sejak 1979, tetapi dia biasanya berpartisipasi sebagai pembeli yang menyasar produk-produk mesin pertanian China, seperti generator kecil dan pompa air. Kali ini, dirinya hadir di pameran tersebut sebagai peserta pameran, menjual produk-produk Indonesia.
 
Seorang barista tengah menyiapkan sajian kopi untuk dinikmati para pengunjung Canton Fair di China. ukuran pasar industri kopi China mencapai 381,7 miliar yuan (1 yuan = Rp2.127) pada 2021, yang diperkirakan akan mencapai 617,8 miliar yuan pada 2023. (Xinhua)


Dia menambahkan bahwa produk-produk yang dipamerkan di pameran itu dibeli langsung dari petani lokal, dan saat ini hanya dijual secara lokal. "Saya berharap dapat memperluas pengaruh hidangan khas Indonesia dan mempromosikan penjualannya di China melalui pameran ini. Hal tersebut tidak hanya meningkatkan pendapatan petani lokal, tetapi juga menawarkan lebih banyak pilihan bagi konsumen China.

Untuk mewujudkan keinginannya, dia berencana membuka sebuah pabrik yang khusus memanggang biji kopi Indonesia di Pulau Hainan, China, guna memperluas popularitas kopi Indonesia.

Saat ini, Canton Fair merupakan acara perdagangan internasional komprehensif terlama dan terbesar di China, yang dikenal sebagai "Pameran No. 1 di China". Penyelenggaraan pameran itu pada tahun ini merupakan yang terbesar dalam sejarah. Total area pameran telah bertambah dari 1,18 juta meter persegi menjadi 1,5 juta meter persegi, jumlah peserta pameran luring meningkat dari 25.000 menjadi sekitar 35.000, dan terdapat lebih dari 9.000 peserta pameran baru. Pameran tersebut menarik perhatian para pembeli dari 220 lebih negara dan kawasan. Selesai


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023