Surabaya (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur meminta pemerintah mencabut kontrak kerja penambangan gas PT Lapindo Brantas di wilayah Sidoarjo, menyusul terjadinya pencemaran lingkungan akkibat semburan gas disertai lumpur panas yang terjadi beberapa hari terakhir. Demikian ditegaskan Direktur Eksekutif Walhi Jatim Ridho Syaiful Ashadi kepada ANTARA di Surabaya, Selasa (6/6), terkait kasus semburan gas disertai lumpur panas yang terjadi di sekitar kawasan lokasi pengeboran gas PT Lapindo Brantas di Banjar Panji (BJP) 1 di Desa Siring, Porong, Sidoarjo. "Ini bukan hanya kelalaian, tapi juga kesengajaan. Semburan gas yang disertai luapan lumpur panas itu telah memberi dampak begitu besar bagi lingkungan dan masyarakat sekitar," katanya. Hasil penyelidikan yang dilakukan aktivis Walhi Jatim di sekitar lokasi kejadian menyebutkan, semburan gas disertai lumpur panas itu mengakibatkan warga di beberapa desa dekat lokasi kejadian mengalami sesak nafas dan harus mengungsi. Dari Sidoarjo diperoleh informasi sejumlah warga di sekitar lokasi tersebut menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Selain itu, 20 hektare lebih lahan persawahan rusak tidak bisa ditanami, sumur-sumur air milik warga tidak bisa difungsikan dan dampak sosial serta lingkungan lainnya. "Ini salah satu bencana ekologi besar yang terjadi di Jatim pada tahun ini. Sudah selayaknya apabila aktivitas pengeboran itu dihentikan dan kontrak kerjanya dicabut, karena telah menimbulkan kerusakan dan dampak sosial begitu besar pada masyarakat," katanya. Syaiful Ashadi mengatakan kasus pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan atau pengeboran migas bukan sekali ini saja terjadi di Jatim. Beberapa tahun sebelumnya juga sempat terjadi sejumlah kasus, seperti luberan minyak di sekitar lokasi pengeboran migas Ujung Pangkah, Gresik pada sekitar tahun 2002. Pengelola (perusahaan) yang telah lalai melaksanakan kewajiban tersebut, bisa dikenakan sanksi atau hukuman, baik berupa denda uang maupun pidana. "Tapi yang terpenting bukan sanksi atau hukumannya, namun bagaimana lokasi itu bisa dinetralisir kembali seperti semula. Namun sebelum ditutup, harus ada pertanggungjawaban kepada warga yang terkena dampak kejadian itu, karena kerugian yang diakibatkan jelas sangat besar," tegas Syaiful. Menurut Syaiful, peristiwa di Sidoarjo tersebut bisa menjadi bahan pengalaman dan pelajaran berharga bagi daerah-daerah lain di Jatim yang wilayahnya ketempatan proyek penambangan atau pengeboran, agar waspada terjadi dampak lingkungan dan sosial dari aktivitas tersebut. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006