Bangkok (ANTARA) - Ekspor makanan Thailand diperkirakan akan meningkat sebesar 2,1 persen ke rekor 1,5 triliun baht (44,31 miliar dolar AS) tahun ini, dibantu oleh pemulihan permintaan global dan pembukaan kembali China, sebuah kelompok industri terkemuka mengatakan pada Rabu.

Pengiriman makanan negara itu, yang mencapai 14,6 persen dari total, meningkat 10 persen tahun-ke-tahun menjadi 346 miliar baht pada Januari-Maret, kata grup dengan perwakilan dari Kamar Dagang Thailand, Federasi Industri Thailand dan Lembaga Pangan Nasional.

Namun, ekspor makanan mungkin melihat penurunan pada kuartal kedua karena basis yang tinggi tahun lalu, sebelum rebound pada paruh kedua tahun ini, Anong Paijitprapapon, presiden Lembaga Pangan Nasional, mengatakan pada konferensi pers.

Baca juga: UNICEF dukung kampanye makanan yang lebih sehat di Asia-Pasifik

"Kekurangan pangan di seluruh rantai pasokan telah meningkatkan permintaan produk makanan di negara-negara yang ekonominya pulih dari COVID," katanya.

Kekhawatiran tentang ketahanan pangan juga mendorong permintaan, kata Anong, menambahkan ekspor makanan Thailand berada di posisi ke-15 di pasar global dengan pangsa pasar 2,25 persen.

Eksportir makanan masih mengkhawatirkan kekuatan baht dan biaya listrik yang lebih tinggi, kata kelompok itu.

"Kami ingin bank sentral atau pemerintah berikutnya memastikan bahwa baht kompetitif, jika tidak maka akan menjadi masalah yang cukup besar (untuk eksportir)" kata Poj Aramwattananont, wakil ketua Kamar Dagang Thailand.

Baht telah terapresiasi sebesar 2,7 persen terhadap dolar sepanjang tahun ini, menjadi mata uang berkinerja terbaik kedua di Asia setelah rupiah Indonesia.

Baca juga: Sebutir durian dilelang Rp681 juta di Thailand

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
COPYRIGHT © ANTARA 2023