Yogyakarta (ANTARA News) - Material vulkanik di Kubah lava 1911 di puncak Gunung Merapi yang dikenal dengan sebutan "Geger Boyo", hingga Kamis sudah tak tersisa setelah sejak Minggu (4/6) pukul 18.03 WIB runtuh dan meninggalkan rongga memanjang ke bawah. "Tak ada lagi sisa di bekas runtuhan kubah `Geger Boyo`, timbunan material vulkanik di tempat itu sepertinya habis, tak ada lagi sisa," kata Panut petugas Pos Pengamatan Merapi di Kaliurang, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kepada ANTARA, Kamis. Dengan runtuhnya kubah "Geger Boyo", awan panas yang meluncur ke selatan tidak lagi terhalang kubah itu dan langsung melesat ke lereng kawasan hulu Kali Gendol. Awan panas besar yang terjadi Kamis (8/6) pukul 09.03 WIB yang meluncur ke lereng selatan sejauh sekitar lima kilometer, langsung melewati bekas runtuhan kubah "Geger Boyo" dan melompati sebuah bukit di utara Kaliadem. Awan panas itu menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Sleman, DIY. Wartawan ANTARA yang saat itu berada di kawasan Kaliadem melaporkan luncuran awan panas dari puncak Merapi bergulung-gulung ke arah lereng selatan dan menghanguskan sebagian hutan di utara Kaliadem. Belum diketahui ada korban jiwa manusia atau tidak, karena biasanya setiap pagi ada warga di kawasan kaki Merapi yang mencari rumput untuk pakan ternak di tempat itu. Sebelumnya, dari Pos Kaliurang teramati dari pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB terjadi lima kali awan panas dengan jarak luncur maksimum 3,5 km ke hulu Kali Krasak (lereng barat daya), satu kali dengan jarak luncur 4,5 km ke hulu Kali Boyong (lereng selatan) serta 13 kali awan panas berjarak luncur 3 km ke hulu Kali Gendol (lereng selatan).(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006