Malang (ANTARA) - Tiga mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mendesain alat pemecah air sungai menjadi oksigen dan hidrogen yang diberi nama mesin elektrolisis hidrogen 1 (EH1).

Ketiga mahasiswa Teknik Mesin yang merancang mesin EH1 tersebut adalah Mohammad Amin Abil, Evita Leninda Fahriza Ayuni dan Shahrul Asy'ari.

"Mesin ini terwujud berawal dari kegelisahan kami saat menyadari banyaknya sungai di Indonesia. Kami berpikir, bagaimana jika sungai-sungai ini dapat dimanfaatkan untuk Indonesia yang lebih maju di masa depan,” kata salah seorang perancang EH1 UMM, Mohammad Amin Abil dalam keterangannya yang diterima di Malang, Jawa Timur, Sabtu.

Bersama kedua rekannya, yakni Evita Leninda Fahriza Ayuni dan Shahrul Asy'ari, Mohammad Amin memanfaatkan aliran sungai yang memutar turbin Arcimedes untuk menghasilkan listrik. Listrik ini kemudian digunakan untuk mengelektrolisis, memecah hidrogen dan oksigen, lalu dimasukkan ke dalam gastrap, kemudian disimpan di storage masing-masing.

Baca juga: Sejumlah upaya ini dilakukan Pertamina ikuti pesatnya perkembangan EV

Baca juga: PLN Nusantara Power memanfaatkan hidrogen sektor industri kelistrikan


“Hasilnya, hidrogen dapat digunakan sebagai bahan bakar nol emisi yang ramah lingkungan. Sementara untuk oksigennya bisa digunakan untuk menunjang layanan kesehatan seperti oksigen di rumah sakit,“ ujarnya.

Amin meyakini jika inovasi yang berhasil meraih medali perunggu dalam ajang Thailand Inventor's Day 2023, Trade and Exhibition Centre (BITEC) pada Februari lalu itu, dapat menjadi salah satu terobosan strategis.

Di tengah berbagai isu bahan bakar ramah lingkungan, terobosan yang diusung oleh mahasiswa asal Palu Sulawesi Tengah ini dapat bersaing dengan apik.

“Saat ini, di negara maju, mulai dari Eropa hingga tetangga kita Singapura, telah banyak menggunakan kendaraan berbahan bakar hidrogen, mulai kereta hingga mobil. Semoga segera, Indonesia juga tidak ketinggalan. Kita harus mulai berpikir maju, Indonesia bisa jauh lebih baik di masa depan, termasuk di sisi teknologi,” ujarnya.

Inovasi yang kembangkan Amin dan kawan-kawannya ini dibimbing oleh beberapa dosen, di antaranya Dini Kurniawati, ST. MT., Dr. Ir. Achmad Fauzan Soegiharto, MT., dan Andinusa Rahmandhika, S.T., M.Eng. Ketiga dosen tersebut memberikan banyak masukan, sehingga alat tersebut bisa dibuat dengan maksimal.

Sejak proses awal hingga akhir, sistem yang diusung Amin benar-benar ramah lingkungan. Saat ini terdapat grey hydrogen, dimana produksi hidrogen masih menghasilkan limbah (high carbon emmision) dan blue hydrogen (low carbon emmision) yang prosesnya masih menggunakan batu bara. Namun, hal berbeda yang dikembangkan oleh Amin dan timnya yang masuk pada tataran green hydrogen (zero emmision).

“Semua proses kami alami dan tentunya tidak merusak alam. Bahkan, penggunaan turbin arcimedes juga dilakukan dengan keberlangsungan lingkungan sekitar. Ikan tetap dapat hidup saat melewatinya,” kata Amin.

Amin berharap potensi-potensi anak bangsa Indonesia bisa mendapat perhatian lebih. Dengan demikian, impian untuk melihat Indonesia maju, khususnya dalam bidang teknologi segera terpenuhi.

“Indonesia punya banyak anak muda berbakat yang mampu mengantarkan menuju Indonesia maju di era 4.0. Ide-ide bagus ini harus diwadahi dan terus dikembangkan untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan,” ucapnya.*

Baca juga: Krisis energi, perusahaan Jerman akan beralih ke hidrogen

Baca juga: China percepat pengembangan investasi sektor industri energi hidrogen

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2023