Jakarta (ANTARA News) - Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas Djamaluddin mengatakan prediksi Jakarta akan "tenggelam" pada 27 Januari, tampaknya tidak akan terjadi.

Data satelit cuaca menunjukkan Monsoon Index Australia yang menjadi penyebab utama berkumpulnya awan di sekitar Jakarta pada pertengahan Januari mulai melemah, demikian pula aktivitas pembentukan awan di Indonesia juga mulai tertekan.

Dengan demikian, peluang untuk curah hujan kumulatif yang tinggi, semakin menurun, kata Thomas, di Jakarta, Minggu.

"Berita yang menyebut 27 Januari Jakarta bisa tenggelam karena saat itu sedang purnama, agak seram. Tetapi tampaknya tidak terjadi," katanya.

Ia menjelaskan efek bulan purnama memang akan meningkatkan pasang air laut karena gravitasi bulan-matahari bersatu, namun purnama adalah peristiwa biasa yang terjadi setiap bulan.

"Masalah akan timbul kalau puncak pasang itu bersamaan dengan curah hujan kumulatif yang tinggi di Jakarta dan sekitarnya, sehingga air tertahan di daratan. Tetapi karena diperkirakan tak ada curah hujan kumulatif yang tinggi pada 27 Januari seperti pertengahan Januari lalu, Jakarta diperkirakan akan normal-normal saja," katanya.

Monsoon (muson) adalah suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan. Di Indonesia dikenal dengan 2 istilah yakni muson Asia dan muson Australia.

Banjir

Soal banjir 17 Januari lalu Djamal menyebut indikasinya bisa dilihat dari data satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) yang menunjukkan curah hujan secara kumulatif selama tiga hari cukup tinggi di sekitar Jakarta dan Bogor.

Pola angin di sekitar Jakarta pada pagi 17 Januari, lanjut dia, menjelaskan mengapa awan cenderung berkumpul di sekitar Jawa bagian Barat.

"Tampaknya pertemuan angin dari Utara dan Selatan yang dipengaruhi daerah tekanan rendah di Selatan Sumatera mampu menahan awan tebal bertahan lama di sekitar Jawa bagian Barat. Dampaknya hujan berkepanjangan yang secara kumulatif cukup untuk membanjiri Jakarta," katanya.

Sedangkan faktor pasang air laut juga menjadi penguat, menurut dia, pada 17 Januari air laut pasang pada pagi hari yang puncaknya pada pukul 07.45 WIB dan baru surut sore hari.

"Dampaknya, air hujan yang melimpah pada malam dan pagi hari tidak bisa terbuang ke laut secara cepat. Air yang terhambat kemudian menggenangi wilayah-wilayah yang lebih luas. Hambatan juga diperparah oleh rusaknya lingkungan," katanya.

(D009/E001)

Editor: Heppy Ratna Sari
COPYRIGHT © ANTARA 2013