Moskow (ANTARA) - Rubel Rusia melemah melewati 80 terhadap dolar untuk pertama kalinya dalam dua minggu pada awal perdagangan Selasa, terhambat oleh berkurangnya pasokan mata uang asing di tengah janji sanksi baru terhadap Moskow dan data ekonomi makro yang lemah minggu lalu.

Pada pukul 08.06 GMT, rubel melemah 1,1 persen terhadap dolar menjadi diperdagangkan pada 79,99, sebelumnya mencapai 80,2525, titik terendah sejak 2 Mei.

Mata uang Rusia telah kehilangan 0,9 persen untuk diperdagangkan pada 87,16 versus euro dan telah turun 0,8 persen terhadap yuan menjadi diperdagangkan pada 11,47.

Para pemimpin negara-negara Kelompok Tujuh (G7) berencana untuk memperketat sanksi terhadap Rusia pada pertemuan puncak mereka di Jepang minggu ini, dengan langkah-langkah yang ditujukan untuk energi dan ekspor yang membantu upaya militer Moskow di Ukraina, kata para pejabat yang mengetahui langsung diskusi tersebut.

Defisit anggaran Rusia, yang mencapai 44 miliar dolar AS untuk Januari hingga April dan sudah di atas rencana pemerintah untuk tahun 2023 secara keseluruhan, memberikan tekanan pada rubel.

Rusia menghabiskan banyak uang karena pendapatan energi menukik tajam. Surplus neraca berjalan negara juga menyempit dengan cepat.

Minyak mentah Brent, patokan global untuk ekspor utama Rusia, naik 0,5 persen menjadi 75,57 dolar AS per barel.

Indeks saham Rusia lebih tinggi. Indeks RTS berdenominasi dolar naik 0,1 persen menjadi diperdagangkan di 1.038,4 poin. Indeks MOEX Rusia berbasis rubel menguat 1,0 persen menjadi diperdagangkan di 2.637,6 poin.

Baca juga: Dolar tertekan risiko gagal bayar AS, Aussie, yuan terseret data China
Baca juga: Minyak datar di Asia, di tengah rencana AS mengisi kembali cadangannya
Baca juga: Rupiah menguat setelah indeks manufaktur New York terkontraksi

 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2023