Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Edy Putra Irawadi mengungkapkan, praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal unreported unregulated fishing/IUUF) menimbulkan kerugian perikanan secara global sebesar 26 juta ton per tahun atau sekitar 23 miliar dolar AS.

“IUU Fishing ini suatu ancaman global yang menimbulkan kerugian dari data FAO 2019 itu sampai dengan 26 juta ton dengan nilai lebih kurang 23 miliar dolar AS,” ujar Edy dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa.

Kerugian tersebut menurut Edy melampaui jumlah produksi ikan di Indonesia yang mencapai 24 juta ton per tahun.

“Gila banget, besar banget sampai 26 juta ton, produksi perikanan Indonesia saja 24 juta ton (per tahun). Ini IUUF sendiri sampai 26 juta ton dengan nilai 23 miliar dolar AS. Besar sekali kerugian yang ditimbulkan,” ujarnya.

Baca juga: Pertemuan FAO sepakati 'Bali Strategy' untuk berantas IUU Fishing

Terkait jumlah kerugian ekonomi yang dialami Indonesia, Edy menyebut belum ada kajian terkait hal tersebut. Namun yang jelas, kerugian tersebut turut menimbulkan kerugian lain seperti menyulitkan akses pasar ekspor, salah satunya ekspor Indonesia ke Vietnam.

“Kalau kerugian memang perlu dikaji. Tapi pasti terjadi gangguan akses pasar Indonesia, bahwa disebutkan kita membuat kecurangan (penangkapan ikan ilegal),” tambahnya.

Baca juga: Pertemuan FAO di Bali sepakati perluasan inspeksi kapal ikan

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kepelabuhan Perikanan KKP Tri Aris Wibowo mengungkapkan, dalam konteks pemberantasan praktik IUU Fishing, Indonesia relatif sebagai korban bukan pelaku kegiatan tersebut. Karena itu, dalam pertemuan keempat Badan Pangan Dunia atau FAO Agreement on Port State Measures (PSMA) di Bali pada 8 - 12 Mei 2023 pihaknya secara tegas menyampaikan menindak secara tegas kegiatan IUU fishing.

“Dalam konteks pemberantasan IUU Fishing ini kan Indonesia relatif sebagai korban bukan pelaku, memang kita strategi dalam perundingan kita akan ngotot, kita ketat,” tutupnya.

Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2023