Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Sofyan A. Djalil, meminta "fatwa" Dewan Pers sehubungan dengan terbitnya majalah Playboy edisi kedua. "Saya akan datang lagi ke Dewan Pers, meminta 'fatwa', apakah Playboy merupakan produk pers atau bagian dari bisnis pornografi," katanya di Jakarta, Kamis. Bila kemudian Dewan Pers menyatakan majalah Playboy edisi dua adalah bagian dari bisnis pornografi, maka Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) akan meminta pihak berwajib untuk mengambil tindakan dan menutup majalah Playboy versi Indonesia. Menurutnya, jika Playboy oleh Dewan Pers dianggap sebagai produk pers, maka Depkominfo tidak akan bisa melakukan tindakan apa-apa, tapi bila yang terjadi sebaliknya, maka Playboy dapat ditutup dan pemiliknya bisa ditahan. "Saya sudah mengirim surat kepada Dewan Pers sehubungan dengan terbitnya Playboy edisi dua, namun hingga kini belum ada tanggapan dari mereka," tambahnya. Namun, menurut Menkominfo, saat ini paling tidak yang dapat segera dilakukan adalah membereskan masalah distribusi majalah berlogo kelinci tersebut. "Menjual majalah Playboy di persimpangan jalan sama sekali tidak dibenarkan, sangat berisiko, terutama sekali bagi anak-anak di bawah umur dan para penjual yang menjajakannya di persimpangan lampu merah jalanan," tegasnya. Untuk itu, Sofyan A. Djalil mengatakan, dirinya akan meninjau lebih lanjut apakah Depkominfo dapat memperoleh kewenangan untuk mengatur masalah pendistribusian Playboy versi Indonesia, sehingga tidak lagi dijual bebas di sembarang tempat. Hari Rabu lalu (7/6), dari kantor redaksinya yang baru di Denpasar, Bali, edisi ke dua majalah Playboy diterbitkan, setelah dua bulan yang lalu menerbitkan edisi perdananya yang menimbulkan protes di kalangan masyarakat. Sama halnya dengan terbitnya edisi perdana Playboy versi Indonesia, beredarnya majalah Playboy edisi dua juga menuai protes berbagai kalangan.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006