Jakarta (ANTARA News) - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak majalah Playboy versi Indonesia sebagai salah satu produk pers, melainkan produk industri seks, sehingga hukum pers tidak dapat dikenakan terhadapnya dan majalah ini harus dicabut dari rumpun pers Indonesia. "Sebagai produk industri seks maka Playboy tidak selayaknya mendapatkan perlindungan hukum pers," kata Ketua PWI Pusat, Tarman Azzam di Jakarta, Kamis. "Untuk itu Playboy harus tercerabut (dicabut) dari rumpun pers," katanya. PWI menyayangkan Dewan Pers yang mengusulkan kepada pemerintah untuk mengatur jalur distribusi majalah Playboy, sebab hal itu akan berbenturan dengan kemandirian pers. Menurutnya, jika Dewan Pers mengakui Plaboy sebagai sebuah produk pers, maka peredaran majalah Playboy yang diatur oleh pemerintah berarti telah mengundang pemerintah turut campur dalam perikehidupan pers. "Kita tidak sejalan dengan pandangan Dewan Pers tersebut, karena hal ini berarti adanya campur tangan pemerintah dalam peri kehidupan pers," Katanya. Menurutnya, Playboy tidak selayaknya memperoleh hak-hak pers sebab majalah tersebut bukanlah produk pers, namun merupakan produk industri seks yang merupakan cermin kebobrokan Amerika yang didatangkan ke Indonesia. Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah akan berjalan sesuai koridor. "Jika Dewan Pers mengatakan bahwa majalah Playboy merupakan produk pers maka pemerintah akan berjalan sesuai dengan ketentuan undang-undang," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006