Jakarta (ANTARA) - Politik luar negeri adalah kebijakan dan cara yang ditempuh oleh suatu pemerintah dalam menangani urusan dan persoalan di luar negerinya dalam rangka mempertahankan kedaulatan serta mempertahankan eksistensi dan kepentingan.

Hal ini ditentukan dan dibulatkan oleh perorangan atau pun lembaga resmi negara dan berbagai alat teknis serta pendekatan yang dimanfaatkan untuk pelaksanaannya.

Kebijakan luar negeri Republik Islam Iran didasarkan pada suara rakyat dan dalam kerangka konstitusi negara.

Setiap prinsip dan aturan kebijakan luar negeri Iran, seperti menjaga kepentingan nasional, membela hak-hak umat Islam dan yang tertindas di dunia, menegakkan perdamaian dan mematuhi kewajiban internasional, didasarkan pada Al-Quran dan narasi Islam.

Hal itu bertujuan untuk menciptakan keadilan di dunia dalam kerangka prinsip-prinsip universal kehormatan, kebijaksanaan dan kemanfaatan. Prinsip-prinsip yang ditentukan dalam konstitusi negara, telah diupayakan melalui berbagai strategi, kebijakan, dan taktik.

Hal yang membedakan kebijakan luar negeri dengan perangkat dan struktur pemerintahan lainnya di Iran adalah tingkat dinamika terhadap perubahan dan perkembangan dunia, yaitu sebuah proses perubahan berkesinambungan yang membuat kebijakan luar negeri Republik Islam Iran fleksibel terhadap kampanye dan dinamika internasional dimana pada saat bersamaan tetap mempertahankan prinsip dan landasannya.

Berpijak pada prinsip-prinsip tersebut, para politikus Republik Islam Iran telah berusaha membangun interaksi yang terhormat dan adil bagi bangsanya dan bangsa lain dalam hubungan dengan negara lain selama empat dekade terakhir.

Dalam format ini, kebijakan luar negeri Iran dibentuk di berbagai pemerintahan dengan pendekatan reduksi ketegangan, revisionisme, dan interaksi konstruktif.

Dengan diresmikannya pemerintahan Seyed Ebrahim Raisi di Iran pada Agustus 2021, kebijakan luar negeri hybrid dikedepankan oleh elemen negara di bidang hubungan luar negeri Iran.

Pendekatan ini merupakan kombinasi dari beragam pendekatan kebijakan luar negeri masa lalu dan periode saat ini dan didasarkan pada prinsip-prinsip, seperti realisme, prioritas negara, koherensi dan koordinasi, keseimbangan, dinamisme dan penekanan pada kreativitas dan inovasi dalam menempatkan strategi "kebijakan luar negeri yang seimbang, cerdas, dan dinamis".

Hal pertama yang ditekankan oleh strategi ini adalah “keseimbangan” yang berarti menjalin hubungan dengan berbagai aktor (negara) yang berbeda terlepas dari polarisasi umum di berbagai bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan-teknologi, budaya, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.

Menurut sudut pandang presiden Iran, keseimbangan dalam kebijakan luar negeri berarti hubungan yang seimbang harus dibangun dengan semua negara di lima benua dunia dengan menghormati kemerdekaan dan keutuhan wilayah satu sama lain.

Dikarenakan kebijakan luar negeri yang sukses di dunia hanyalah politik luar negeri yang seimbang.

Hal penting lain dalam politik luar negeri Iran adalah "kecerdasan" yang berarti, selain memahami dengan benar tujuan dan motif pihak lain, dalam interaksi yang konstruktif dengan mereka, juga menyesuaikan metode dan strategi Iran secara cerdas dan bijaksana.

Kemudian, dalam kesepakatan apa pun, selalu mempertimbangkan kepentingan nasional jangka pendek, menengah, dan panjang.

Kecerdasan yang dimaksud memungkinkan kebijakan luar negeri untuk menghindari stagnasi dan melakukan penyesuaian serta memodifikasi pendekatannya sesuai dengan perkembangan dan tindakan aktor lain.

Diplomasi "aktif dan dinamis" adalah ciri lain dalam strategi kebijakan luar negeri pemerintah Iran.

Berdasarkan konsep ini, sesuai dengan tujuan nasional, regional, dan internasionalnya, Iran mengedepankan kehadiran yang positif, konstruktif, dan efektif dalam hubungan di berbagai tingkat bilateral, regional, dan internasional.

Iran juga berusaha mencapai perdamaian, stabilitas, dan keamanan regional melalui partisipasi aktif dalam beragam pentas internasional.

Diplomasi dinamis berusaha keluar dari kebuntuan dan menciptakan peluang baru dan kreatif dengan menghadirkan pilihan yang beragam dan berkomunikasi dengan aktor yang berbeda.

Dalam kerangka doktrin baru ini, salah satu prioritas dasar pemerintah Presiden Raisi adalah kerja sama dan interaksi sebanyak mungkin dengan seluruh negara tetangga.

Prioritas lainnya adalah fokus pada kerja sama dengan negara-negara benua Asia. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintahan Presiden Raisi melakukan diplomasi aktif sejak awal pemerintahannya dan mengambil pendekatan baru dalam kebijakan luar negeri dengan lebih dari 10 perjalanan luar negeri selama dua tahun terakhir ke berbagai negara, antara lain Tajikistan, Turkmenistan, Rusia, Qatar, China, Suriah, dan lain-lain.

Presiden Raisi juga menerima kunjungan kenegaraan dari pemimpin dan pejabat senior dari berbagai negara dunia dalam dua tahun terakhir, antara lain Presiden Suriah, Venezuela, Turkmenistan, Tajikistan, Kazakhstan, Turki, Irak, Armenia, Belarusia, dan Kazakhstan.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa pemerintahan Presiden Raisi secara serius menjalankan politik luar negeri Iran, dengan menempuh pendekatan baru dengan slogan diplomasi yang “Seimbang, Cerdas, dan Dinamis”. Semua itu bertujuan membina dan memperluas hubungan persahabatan dan persaudaraan dengan seluruh negara di dunia.

Persis di tengah perjalanan ini, Indonesia menjadi negara tujuan berikutnya yang akan dikunjungi secara resmi oleh Presiden Raisi pada tanggal 22 s/d 24 Mei 2023. Ini merupakan kunjungan kenegaraan yang persiapannya sudah direncanakan sejak setahun lalu.

Republik Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan memiliki kesamaan budaya-peradaban dengan Republik Islam Iran, memiliki kapasitas yang signifikan untuk kerja sama di berbagai bidang, khususnya pada saat perubahan sedang melanda sistem perpolitikan internasional.

Indonesia merupakan negara yang memiliki posisi istimewa dalam benak pemerintah Republik Islam Iran, khususnya dengan posisi geografis Republik Indonesia yang berada di jantung jalur transportasi dan perdagangan internasional di kawasan Asia Timur dan negara-negara ASEAN.

Pascakemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, kedua negara menjalankan hubungan politiknya dan hingga kini dalam lebih dari 7 dekade hubungan kedua negara dipenuhi dengan persahabatan, penghormatan, dan kerja sama.

Selama ini kunjungan pejabat tinggi antara kedua negara berjalan baik, dimana pada April 2015 Bapak Hasan Rouhani Presiden Republik Islam Iran berkunjung ke Jakarta untuk mengikuti KTT Asia-Afrika, dan pada Desember 2016 Yang Mulia Bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia, berkunjung ke Tehran atas undangan resmi Presiden Iran.

Dan kini Yang Mulia Presiden Ebrahim Raisi akan secara resmi berkunjung ke Indonesia dengan slogan "Persahabatan dan persaudaraan serta kekuatan dalam persatuan".

Kunjungan tersebut niscaya akan membuka babak baru dalam hubungan kedua negara besar Iran dan Indonesia.


*)Sara Nazari adalah Diplomat Kedutaan Besar Republik Islam Iran

 

Pewarta: Sara Nazari*)
Editor: Masuki M. Astro
COPYRIGHT © ANTARA 2023