Tokyo (ANTARA) - Pemerintah Jepang memperkirakan perlu mengumpulkan dana sebesar tiga triliun yen (sekitar Rp323 triliun) per tahun untuk menopang kebijakan pengasuhan anak yang diajukan Perdana Menteri Fumio Kishida, menurut laporan kantor berita Jiji pada Kamis.

Kebijakan tersebut ditujukan untuk mengatasi penurunan angka kelahiran.

Pemerintah Jepang pada Maret menyusun rencana untuk meningkatkan pengasuhan anak selama tiga tahun mendatang. Akan tetapi, masalah pembiayaan paket pengeluaran utama, seperti masalah kenaikan pajak atau utang, belum terselesaikan.

Jiji melaporkan bahwa, dalam skema pendananaan yang direncanakan itu, pemerintah akan memperbesar dana tersebut secara bertahap selama tiga tahun sejak tahun fiskal 2024/2025. 

Pemerintah juga disebutkan akan mengamankan jumlah dana yang dibutuhkan --paling lambat pada akhir periode kebijakan itu.

Kishida sebelumnya mengatakan pemerintah akan mengidentifikasi dana untuk kebijakan pengasuhan anak itu pada Juni dan bahwa dia tidak berencana menaikkan pajak penjualan konsumen untuk itu.

Pejabat pemerintah tidak dapat dihubungi untuk memberi komentar di luar jam kerja. Jiji adalah salah satu dari dua kantor berita domestik utama di Jepang yang memiliki rekam jejak menghadirkan berita terkini.

Beberapa anggota parlemen dari partai yang berkuasa telah memberikan gagasan untuk mengeluarkan obligasi tambahan, dengan pembenaran bahwa obligasi yang ditujukan untuk pendidikan akan dapat membantu generasi mendatang.

Sementara itu, pemerintah sedang berjuang untuk mendapatkan sumber pendapatan yang aman.

Kishida telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan bantuan pengasuhan anak, menyusul rencana pengeluaran besar lainnya untuk menggandakan pengeluaran militer nasional.

Rencana-rencana tersebut akan semakin membebani utang publik Jepang, yang sudah sangat buruk dan jumlahnya dua kali lebih besar dari penghasilan ekonomi tahunan.

Pemerintah sebelumnya mengalokasikan sekitar 6,1 triliun yen (sekitar Rp657 triliun) untuk tahun fiskal terakhir yang berakhir pada Maret untuk menangani penurunan jumlah kelahiran.

Jepang adalah salah satu negara dengan penuaan masyarakatnya yang tercepat di dunia.

Di negara itu, jumlah bayi yang baru lahir turun di bawah 800.000 bayi untuk pertama kalinya, setelah sebelumnya mencapai puncak di angka 2,09 juta pada 1973  --ketika terjadi ledakan angka kelahiran kedua.

Menurunnya tren angka kelahiran telah disalahkan sebagai penyebab kekurangan tenaga kerja yang memburuk dan berkurangnya potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Sumber: Reuters

Baca juga: Survei: Hampir separuh warga lajang di Jepang tak ingin punya anak

Baca juga: Populasi China susut, pejabat usul wanita lajang diizinkan punya anak


 

Survei: 49,4 persen warga Jepang tak ingin punya anak

Pewarta: Raka Adji
Editor: Tia Mutiasari
COPYRIGHT © ANTARA 2023