Jakarta (ANTARA News) - Sebagai salah satu industri yang mendapatkan kenaikan laba bersih sangat tinggi pada tahun 2012, sudah semestinya para pelaku industri perbankan juga lebih berfokus kepada peningkatan layanan pengguna jasa perbankan.

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2012 hingga kuartal III, tercatat tujuh bank besar meraup laba bersih hingga lebih dari Rp32 triliun, atau naik sekitar 20 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Persentase kenaikan laba emiten berbagai bank besar hingga kuartal III-2012 juga naik lebih dari 20 persen dibanding kuartal III-2011, antara lain Bank Tabungan Negara/BTN (45 persen), Bank CIMB Niaga (30 persen), Bank Negara Indonesia/BNI (24 persen), Bank Danamon (22 persen) dan Bank Mandiri (21 persen).

Namun, melonjaknya perhitungan laba tersebut ternyata tidak membuat banyak konsumen yang merasa puas terhadap kinerja layanan perbankan.

Buktinya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan jasa di sektor perbankan dan perumahan masih mendominasi jumlah pengaduan yang masuk dari warga kepada lembaga tersebut sepanjang tahun 2012.

"Jumlah pengaduan yang terbanyak adalah dari jasa bank dan perumahan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo dalam konferensi pers evaluasi tahunan di Jakarta, Rabu (23/1).

Sudaryatmo memaparkan tren pengaduan konsumen untuk jasa keuangan perbankan cenderung untuk terus meningkat tetapi untuk jasa perumahan dinilai terdapat penurunan walaupun tidak signifikan.

Sementara itu, Peneliti YLKI Yani Arianti Putri mengatakan, jumlah pengaduan yang terkait baik sektor perbankan maupun perumahan adalah mengenai penyesuaian untuk suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).

"Banyak yang mengadukan mengapa BI rate (tingkat suku bunga Bank Indonesia) sudah turun tetapi bunga KPR tidak turun," kata Yani.

Ia juga mengatakan, pengaduan lainnya untuk jasa perbankan antara lain adalah sebanyak 22 pengaduan terkait pembobolan kartu kredit, tujuh pengaduan penutupan kartu kredit yang sulit, enam pengaduan perlakuan "debt collector" yang kasar, dan enam pengaduan pendebetan sepihak tabungan konsumen oleh bank.

Sedangkan untuk sektor perumahan, ujar dia, pengaduan yang masuk antara lain adalah terkait keterlambatan serah terima rumah, sertifikasi, dan pengembalian uang konsumen saat pembatalan pembelian yang tidak sesuai dengan janji yang telah dilontarkan pengembang sebelumnya, masing-masing sebanyak 12 pengaduan.

Memang tidak hanya sektor perbankan, karena YLKI juga menyoroti pengaduan terkait sektor telekomunikasi, tetapi hal tersebut banyak berpangkal dari adanya informasi yang menyesatkan dalam iklan penyedia jasa operator telekomunikasi.

"Permasalahan dari pengaduan di sektor telekomunikasi adalah kepada sisi iklan," kata Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi.

Iklan tak benar


Menurut Sularsi, beragam informasi di dalam sejumlah iklan telekomunikasi ternyata tidak benar atau apa yang dijanjikan dalam iklan ternyata tidak direalisasikan.

Dengan kata lain, ujar dia, titik pangkal dari perdebatan antara konsumen dan operator telekomunikasi adalah dimulai dari klaim informasi yang terdapat dalam sejumlah iklan.

Ia memaparkan, pengaduan warga yang masuk ke YLKI terkait telekomunikasi kini juga berubah dari aduan tentang pulsa kini menjadi aduan tentang pelayanan jasa internet.

"Dulu lebih banyak aduan pulsa, sekarang lebih banyak atau mayoritas adalah internet, yang berjumlah 22 pengaduan atau 31,4 persen dari 70 pengaduan di permasalahan jasa telekomunikasi sepanjang 2012," paparnya.

Untuk menanggapi masalah banyaknya keluhan, Bank Indonesia (BI) akan mengeluarkan peraturan BI tentang perlindungan konsumen di bidang sistem pembayaran.

"Dalam waktu dekat BI akan mengeluarkan peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan perlindungan konsumen, khususnya di bidang sistem pembayaran," kata Deputi Direktur Divisi Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Puji Atmoko kepada wartawan di Jakarta, Rabu (23/1).

Menurut Atmoko, langkah tersebut sebagai upaya bank sentral melindungi hak-hak nasabah perbankan dari tindak penyelewengan dan penipuan (fraud), yang banyak terjadi di sistem pembayaran.

"Kami menaruh perhatian khusus terhadap pengaduan nasabah yang terkait dengan sistem pembayaran, baik yang disampaikan langsung oleh nasabah kepada bank maupun yang disampaikan oleh lembaga survei," ujarnya.

Ia mengungkapkan, BI telah menerima laporan aduan yang dihimpun oleh YLKI yang dijadikan sebagai masukan untuk pengawasan perbankan di Tanah Air.

Menurut dia, pada dasarnya perbankan memiliki mekanisme pengaduan yang bisa digunakan oleh nasabah apabila mengalami ketidakpuasan bahkan keluhan terhadap perbankan.

Didominasi bank pemerintah


Terkait dengan bank-bank milik pemerintah yang mendominasi aduan, lanjutnya, dikarenakan memiliki nasabah dan pemegang kartu kredit yang cukup banyak sehingga potensi ketidakpuasan terhadap pelayanan bank-bank tersebut pun akan tinggi.

"Karena kalau bank besar jumlah pemegang dan kartunya banyak, ya cukup wajar kalau ketidakpuasan nasabah terhadap layanan bank-bank itu juga banyak," ujarnya.

Pengawasan memang perlu ditingkatkan apalagi berdasarkan data BI, jumlah jumlah pemilik rekening bank di tanah air sepanjang 2012 bertambah 30 persen dari tahun sebelumnya.

Dengan semakin bertambah banyaknya jumlah pemilik rekening bank, maka akses masyarakat terhadap layanan perbankan dipastikan juga akan terus meningkat seperti dalam hal penggunaan uang elektronik dalam transaksi ritel.

Paling tinggi


Di sisi lain, Ketua Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo juga mengatakan, jasa perbankan yang termasuk kerap masuk sebagai jumlah pengaduan terbanyak ternyata tidak serupa dengan yang terjadi di sejumlah negara lain seperti Malaysia dan Hongkong.

Di Malaysia, jasa perbankan atau finansial hanya termasuk ke dalam urutan ketujuh jumlah pengaduan yang masuk ke National Consumer Complaints Center, bahkan di Hongkong pengaduan untuk jasa perbankan dan finansial tidak termasuk ke dalam 10 besar jumlah pengaduan.

Indonesia mirip dengan negara berkembang seperti India di mana pengaduan perbankan berada dalam posisi tiga besar dari jumlah pengaduan yang masuk ke dalam National Consumer Helpline India.

Secara jumlah, menurut dia, pihaknya telah menerima pengaduan dari berbagai sektor sebanyak 620 jumlah pengaduan yang terdiri atas 145 pengaduan melalui surat langsung, 196 pengaduan melalui surat tembusan, 204 pengaduan melalui email atau surat elektronik, dan 75 pengaduan melalui datang langsung ke YLKI.

Dari jumlah tersebut, ujar dia, YLKI juga telah melakukan tindak lanjut terhadap 385 pengaduan serta melakukan mediasi dengan berbagai pihak terkait sebanyak tujuh kali.

Namun, Sudaryatmo juga menyorot masih rendahnya budaya bagi warga masyarakat untuk melakukan pengaduan ("complaint habit") konsumen di Indonesia.

"Warga yang mengadu itu seperti fenomena gunung es ("tip of iceberg") karena yang tampak permukaan masih sangat sedikit," tuturnya.

Padahal, menurut dia, jumlah aduan konsumen dapat dijadikan sebagai bahan untuk melakukan investasi lebih lanjut dan kemudian juga bisa dipergunakan untuk mengambil langkah perbaikan.

Jumlah pengaduan yang masuk ke YLKI sepanjang 2012 hanya 620 pengaduan, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 25.280 pengaduan yang masuk ke Hongkong Consumer Council pada 2012, atau yang masuk ke dalam National Consumer Complaints Center Malaysia (32 ribu pengaduan) dan National Consumer Helpline India (70 ribu pengaduan).

Dengan menggalakkan budaya melakukan pengaduan secara tepat, maka para pelanggan di Indonesia juga akan mendapatkan hak-haknya yang semestinya tidak hanya di perbankan, tetapi juga di beragam layanan konsumen di berbagai sektor lainnya.
(M040*A063)

Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2013