Serang (ANTARA News) - Rencana pengoperasian produksi composing untuk pengolahan sampah organik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cilowong, Kecamatan Taktakan, Kabupaten Serang, mendapat protes dari pemulung karena mata pencahariannya akan hilang, apalagi ada isu pemulung dilarang masuk ke kawasan tersebut. Pengoperasian pabrik pengolahan sampah organik (Composing Pruduct) di TPA Cilowong akan dimulai Agustus 2006, dan memang banyak pemulung yang mengeluhkan dengan beroperasinya pabrik tersebut karena mereka khawatir tidak lagi diperbolehkan masuk ke kawasan itu, kata Wakil Ketua Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Sub Dinas Kebersihan Serang Mualimin di Serang, Minggu (11/6). "Adanya pabrik pengolahan sampah organik cukup membuat resah pemulung, tetapi mereka tetap bisa memulung di kawasan yang dinyatakan aman untuk mengambil sampah an organik," kata Mualimin seraya menambahkan TPA Cilowong menerima sampah organik dan an-organik tiap harinya dari Kabupaten Serang sebanyak 300 meter persegi. Ia menjelaskan, Berdasarkan ketentuan dari Presiden Republik Indonesia sebenarnya kawasan TPA dilarang dimasuki warga atau pemulung sejak terjadinya bencana longsor di TPA di Leuwi Gajah Kabupaten Bandung beberapa waktu lalu, tetapi bagi pemulung sampah an-organik sangat berharga sebagai sumber penghasilannya. Untuk mengantisipasi agar pemulung tetap bisa melakukan aktifitasnya, kata Mualimin juga pengawas di TPA Cilowong, dihimbau agar mereka memulung di daerah yang telah ditentukan, bahkan pihaknya telah melakukan penertiban tempat pembuangan sampah di Cilowong untuk menghindari terjadi bencana longsor. Disinggung mengenai maraknya pemulung sampah an-organik di Cilowong, Mualimin menjelaskan, pemulung di Cilowong hanya diperbolehkan untuk warga di sekitar Kampung Cikowak dengan anggota sekitar 30 orang, sehingga pemulung yang didaerah lain dilarang masuk ke TPA Cilowong untuk menghindari terjadinya penumpukan pemulung dari luar Kampung Cikowak. Diakui oleh pemulung Kholil (35) dari Cikowak, bahwa keberadaan TPSA di Cilowong bagi sebagian warga Cikowak yang hanya mengandalkan dari hasil memulung sangat membantu untuk biaya hidup sehari-hari, sehingga adanya rencana pengoperasian pengolahan sampah organik tersebut banyak dikhawatirkan oleh pemulung. "Adanya pengolahan sampah organik dikhawatirkan bisa mempengaruhi pendapatan pemulung yang hanya mengandalkan penghasilan dari memulung sampah bekas," katanya. Kholil menyebutkan, dari hasil memulung sampah an-organik, ia bisa membeli motor bekas walaupun dengan susah payah akan tetapi ia merasakan memulung sampah bisa diandalkan, bahkan diantara pemulung lain yang terbilang masih anak-anak tercatat sebagai siswa Sekolah Dasar antara lain Naim (10), Rumiati (9) dan Lam`ah (11), tercatat pemulung di Cilowong sebanyak 30 orang dengan usia dari 9 hingga 50 tahun. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006