Frankfurt (ANTARA News) - Tidak punya karcis masuk untuk menonton langsung pertandingan sepakbola Piala Dunia 2006 di stadion Waldstadion, Frankfurt, bukan berarti anda tidak bisa nonton bareng bersama lebih dari 20.000 penonton lainnya. Pemerintah kota Frankfurt bersama dengan badan sepakbola dunia (FIFA) dan panitia penyelenggara Piala Dunia 2006 telah memasang televisi berlayar raksasa di tengah sungai Main. Di tepi sungai yang membelah kota berpenduduk 100 ribu itu dibuat pula tribun deretan tempat duduk, bak di dalam stadion sungguhan. Menyaksikan pertandingan sepakbola lewat televisi berukuran raksasa 144 meter persegi itu sembari duduk, penonton merasakan seakan-akan mereka sedang berada di dalam stadion. Sebenarnya tidak hanya di Frankfurt -- salah satu dari 12 kota tuan rumah penyelenggara pertandingan Piala Dunia 2006 -- yang dipasangi televisi layar raksasa itu. Sebelas kota lainnya yang menyelenggarakan pertandingan kejuaraan sepakbola paling bergengsi itu juga dipasang televisi layar lebar. Ke-11 kota itu Berlin, Muenchen, Nuremberg, Stuttgart, Kaiserlautern, Cologne, Dortmund, Gelsenkirchen, Hannover, dan Hamburg, dan Leipzig. Pemasangan televisi layar lebar itu memang baru kali ini dilakukan oleh FIFA bekerja sama dengan panitia penyelenggara. Tujuan pemasangan televisi itu tidak lain agar masyakarakat yang datang dari berbagai penjuru dunia yang tidak kebagian karcis masuk ke stadion, masih bisa menyaksikan pertandingan secara bersama. Ini sesuai dengan moto Piala Dunia 2006 "A time to make friends". Kawasan yang dilengkapi dengan televisi berlayar raksasa itu oleh FIFA dinamakan sebagai "Fan Fest". Untuk memasuki arena dan duduk di dalam "stadion" di tepi sungai Main, Frankfurt, itu tidak dipungut bayaran. Orang bebas masuk, tapi yang lebih diutamakan adalah penonton pendukung tim yang tengah bertanding. Pada Sabtu (10/6) siang saat tim Inggris berlaga melawan Paraguay, "stadion" itu dipenuhi sekitar 99 persen pendukung Inggris yang mengenakan atribut negara kerajaan itu. Warna merah dan putih mendominasi arena tersebut. Pria-wanita, anak-anak hingga orang dewasa numplek di stadion yang beratapkan langit itu, sehingga matahari musim panas menghangatkan tubuh mereka. Saat gol bunuh diri yang dilakukan kapten Paraguay Carlos Gamarra karena salah arah menyundul bola dari tendangan bebas David Beckham, para pendukung Inggris itu bersorak-sorai dan bertepuk tangan sembari berdiri, layaknya di dalam stadion. Suara lenguhan panjang pun terdengar saat tendangan pemain Inggris melenceng ke luar lapangan. "Sebenarnya siapa saja boleh masuk ke dalam arena ini, tidak harus hanya pendukung Inggris atau tim yang tengah berlaga," kata seorang petugas keamanan yang berjaga-jaga di depan pintu masuk. Jumlah tempat duduk dan lahan tanah di tepi sungai itu dapat menampung sekitar 15.000 penonton. Bila ditambah dengan ruangan di luar "stadion" dan di atas jembatan sungai Main, maka sekitar 35 ribu orang dapat menyaksikan pertandingan sepakbola Piala Dunia 2006 yang akan berlangsung hingga 9 Juli itu. "Tidak semua orang boleh masuk sini. Jumlah mereka yang ingin masuk ke sini memang kami batasi," kata Philipp Frings, petugas keamanan tersebut. Mereka yang sudah masuk disarankan tetap berada di dalam hingga pertandingan usai. "Kalau bisa mereka jangan keluar-masuk. Karena setiap masuk ke dalam arena ini, kami harus memeriksa mereka. Kalau bolak-balik keluar masuk, bisa mereporkan kami," kata pria berusia 31 tahun yang tinggal di kawasan Hederheim, daerah pinggiran kota Frankfurt. Mereka yang tidak bisa masuk ke arena itu, tidak perlu kecewa. Mereka masih bisa nonton dari tepi sungai dengan duduk lesehan di rumput. Kalau sepanjang tepi sungai itu dibanjiri penggemar bola yang ingin menyaksikan pertandingan, orang masih bisa menonton pertandingan lewat televisi layar biasa di kafe-kafe di sekitar kawasan tersebut. Kafe-kafe itu umumnya meletakkan meja dan kursi di luar di ruang terbuka, sehingga mereka bisa leluasa santai menyaksikan pertandingan sembari makan dan minum. Suasana di sekitar arena itu juga seperti di kawasan stadion sungguhan. Di dalam dan sekitar "stadion" sungai Main itu, puluhan petugas keamanan dan polisi anti huru-hara berjaga-jaga lengkap dengan senjata dan anjing pelacak. Puluhan mobil polisi diparkir di jalan-jalan di sekitar sungai itu, seperti di jalan Mainkin, jalan Kurt-Schmacherstrasse dan jalan Grose Fisherstrasse. Keberadaan "stadion" itu boleh dibilang dapat mengobati rasa kecewa penggila bola yang tidak mendapatkan karcis masuk ke stadion pertandingan. "Untung saja ada `fan fest` seperti ini, sehingga kami masih bisa bersama-sama menyaksikan pertandingan Inggris lawan Paraguay," kata pendukung Inggris Andrew Cooper. Pria berusia 49 tahun asal Birmingham, Inggris, itu mengatakan menyaksikan pertandingan lewat teleisi layar lebar sembari duduk di tribun "stadion" itu cukup menggembirakan hatinya. "Saya tidak dapat karcis, tapi itu tidak menjadi masalah. Saya bisa nonton di `stadion` ini," katanya tertawa didampingi istri dan ketiga anaknya.(*)

Oleh Oleh Irmanto
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006