Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa menyatakan akan tetap menahan harga kedelai di kisaran Rp7.000 per kilogram kalau tiba-tiba harga di pasaran jatuh karena masih cukup menguntungkan.

"Kami beli pada harga tertentu keekonomiannya sekitar Rp7.000 per kilogram sehingga nilai tukar petaninya cukup. Setiap importir harus membeli seluruh punya petani itu, terutama bulog, nah kekurangannya diimpor melalui importir terdaftar yang diatur Kemendag," kata Hatta Rajasa usai rapat koordinasi "Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan" di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, hal tersebut untuk menjaga stabilitas harga pada petani karena pemerintah sedang melakukan gerakan swasembada pangan.

"Sekarang ini kan petani menghasilkan kedelai sekitar 700 ribu-800 ribu ton sehingga masih ada impor 1,5 juta ton. Kalau dinaikan di atas 1 juta ton (produksi petani) maka tahun ini semakin susut impornya," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Suswono mengatakan impor kedelai besar dan murah memaksa harga jual kedelai jatuh. Apalagi, ketersediaan lahan kedelai tidak merepresentasi kebutuhan nasional.

"Saat ini lahan 700.000 hektar," ujarnya.

Menurut dia, pihaknya tengah mencari lahan baru tanam kedelai. Saat ini pemerintah tengah menjajaki potensi penyediaan lahan pada tujuh provinsi.

"Potensi yang ada untuk lahan kedelai yaitu Aceh dan enam provinsi yang lain. Ini masih memungkinkan dan akan berpotensi hasilkan 1,7 juta ton/tahun," katanya.

Suswono berharap agar BUMN Perhutani memberikan sejumlah lahan di Pulau Jawa untuk dapat ditanami kedelai. Menurutnya Perhutani memiliki lahan sekitar 1,6 juta hektar.

"Jika diberikan 20 persen atau sekitar 300.000 saja sudah sangat membantu untuk tanam kedelai," ujarnya.

Suswono bercerita bahwa Indonesia sempat mengalami swasembada kedelai tahun 1992. Bahkan pada 1992 Indonesia mempunyai 1,5 juta hektar lahan kedelai.

"Kami pernah sukses tahun 1992. Sejak kemudian dihantam dengan impor dengan harga jauh lebih murah petani mengurangi produksinya," kata dia.
(A063/B012)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2013