Baghdad (ANTARA News)- Pemboman bunuh diri terhadap milisi pro-pemerintah di Irak menewaskan sedikitnya 22 orang, Senin, dalam serangan yang tampaknya dilakukan oleh gerilyawan Sunni untuk menyulut kekacauan terhadap Perdana Menteri Nuri al-Maliki (Syiah).

Penyerang yang berpakaian sipil menyusup ke kerumunan gerilyawan Sahwa dan meledakkan bomnya ketika anggota-anggota milisi itu mengambil gaji di Taji, 20 kilometer sebelah utara Baghdad, kata polisi.

"Kami mendapat telepon bahwa ada ledakan besar di markas Sahwa di Taji. Anggota-anggota Sahwa berada di sana untuk mengambil gaji mereka," kata kepala kepolisian setempat Furat Faleh dikutip Reuters.

"Ketika kami tiba... orang bergeletakan berdarah-darah di berbagai penjuru dan uang berserakan dalam kubangan darah," tambah perwira itu.

Sahwa atau "Putra Irak" adalah mantan gerilyawan Sunni yang berbalik menentang Al Qaida di provinsi Anbar pada puncak perang Irak dan membantu pasukan AS mengubah peta konflik.

Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu namun cabang Al Qaida, Negara Islam Irak, sering menyerang Sahwa dan berjanji mengalahkan pasukan AS dan mendesak warga Sunni bangkit melawan Maliki.

PM Irak itu sedang berusaha mengatasi gelombang protes massal orang Sunni yang menentang apa yang mereka sebut marjinalisasi kaum mereka sejak runtuhnya Saddam Hussein.

Serangan Senin itu merupakan pemboman bunuh diri ketujuh di Irak dalam waktu sebulan ini, yang menunjukkan bahwa gerilyawan berniat meningkatkan kekerasan setahun setelah penarikan pasukan AS dari negara itu.

Irak dilanda kemelut politik dan kekerasan yang menewaskan ribuan orang sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

Selain bermasalah dengan Kurdi, pemerintah Irak juga berselisih dengan kelompok Sunni.

Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki (Syiah) sejak Desember 2011 mengupayakan penangkapan Wakil Presiden Tareq al-Hashemi atas tuduhan terorisme dan berusaha memecat Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak. Keduanya adalah pemimpin Sunni.

Para ulama memperingatkan bahwa Maliki sedang mendorong perpecahan sektarian, dan pemrotes memadati jalan-jalan Irak dengan membawa spanduk yang mendukung Hashemi dan mengecam pemerintah.

Pejabat-pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada 19 Desember 2011 setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.

Puluhan pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan setelah pengumuman itu, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.

Hashemi, yang membantah tuduhan tersebut, bersembunyi di wilayah otonomi Kurdi di Irak utara, dan para pemimpin Kurdi menolak menyerahkannya ke Baghdad.

Pemerintah Kurdi bahkan mengizinkan Hashemi melakukan lawatan regional ke Qatar, Arab Saudi dan Turki.

(M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2013