Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengemukakan, TNI tidak berniat kembali ke kancah politik praktis dengan mengindikasikan kemungkinan munculnya kembali bahaya laten komunis. "Sama sekali tidak ada keinginan TNI kembali ke politik praktis," katanya, dalam rapat dengar pendapat jajaran kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin malam. Djoko mengemukakan, apa yang disampaikan Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo semata-mata upaya untuk menjaga kewaspadaan terhadap berbagai kegiatan yang diindikasikan mengarah pada munculnya kembali paham komunis. Tidak ada sama sekali, upaya agar TNI kembali berpolitik praktis apalagi sampai mengarah pada upaya mengubah TAP MPR mengenai paham komunis, katanya, menegaskan. "Sebagai panglima kodam, dia wajib menjaga wilayahnya dari berbagai kegiatan yang dapat dikategorikan mengancam keamanan dan keutuhan wilayahnya. Itu saja, tidak ada kaitan dengan politik," ujar Djoko. Sementara itu pada kesempatan yang sama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar mengatakan, indikasi kemunculan kembali paham komunis tampak dari berbagai kegiatan seperti kegiatan kumpul-kumpul mantan anggota PKI di Blitar Jawa Timur, yang mendukung aksi buruh beberapa waktu lalu. Selain itu ada pula pertemuan para korban 1965 dan mantan anggota Gerwani di Bandung, Jawa Barat. "Jadi memang ada beberapa kegiatan yang mengarah munculnya kembali paham komunis. Ini harus kita waspadai betul-betul," katanya. Sebelumnya, Pangdam Jaya Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo menyebutkan, saat ini DPR, partai politik (parpol), dan berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) telah disusupi sekitar 150 kader atau anak keturunan PKI. Padahal, menurut Agustadi, pada periode 1999-2004 diperkirakan baru sekitar 69 anak keturunan PKI yang masuk di lembaga-lembaga itu. Selain itu, Agustadi juga mengemukakan, bahwa paham komunis tidak akan pernah mati dan akan terus berkembang dalam bentuk sel-sel yang terus bertambah jumlahnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006