Pekanbaru (ANTARA News) - Seekor harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae) yang ditangkap warga Desa Jati Baru Kecamatan Bunga Raya Kabupaten Siak Provinsi Riau yang dititipkan di Kebun Binatang Kasang Kulim Kabupaten Kampar, kondisinya memprihatinkan karena kekurangan gizi dan dehidrasi. Pantauan ANTARA di lokasi harimau tersebut dititipkan di Kebun Binatang Kasang Kulim (sekitar 20 kilometer Selatan Pekanbaru), Selasa (13/6), hewan langka yang dikurung dalam kerangkeng besi dengan luas 1x2 meter itu terlihat kurus kering dan lemas. Meskipun sedang tertidur karena baru usai diinfus dan menyantap seekor ayam, namun terlihat hewan langka itu lemah bahkan saat papan triplek yang menutupi dinding kerangkengnya digeserkan dan ia terbangun namun tidak terlihat kegagahannya. Matanya yang seharusnya garang hanya menatap nanar, ia mencoba menegakkan badan namun beberapa saat kemudian kembali merebahkan badannya dengan lunglai. "Kondisinya masih sangat lemah. Banyak faktor yang menyebabkannya seperti ini baik karena pengaruh obat bius saat dibawa kemari maupun karena perlakuan buruk saat penangkapan dan kelaparan," kata Ismanto seorang paramedis harimau dari Taman Safari Indonesia (TSI) yang merawat harimau jantan itu. Ia mengatakan, hewan berbelang itu ditangkap warga pada Minggu (11/6) petang dan oleh tenaga medis disana diberi obat bius saat akan dibawa ke kebun binatang pada Senin (12/6) malam sebagai titipan dari KSDA Riau. "Kami tidak tahu berapa banyak obat bius yang dikasi, karena kondisinya sangat lemas, belum lagi faktor dehidrasi dan kelaparan," katanya. Bahkan, lanjut dia, dari pemeriksaan sampel darah yang dilakukannya harimau tersebut menderita infeksi dan pihaknya juga belum memberikan makanan dalam jumlah banyak termasuk infus kuatir tubuh hewan ganas yang menyerupai kerangka hidup itu drop. Harimau jantan itu diperkirakan berumur 8 bulan karena masih memiliki gigi susu dan belum ada pergantian gigi meskipun jumlahnya telah lengkap 26 buah termasuk empat taringnya. "Dibandingkan, harimau tangkapan pertama yang ini agak besar," ujar Ismanto perihal harimau yang sedang dirawatnya. Dua pekan lalu, masyarakat Desa Tuah Indrapura, desa tetangga Desa Jati Baru dalam kecamatan yang sama, menangkap seekor anak harimau namun satwa buas itu tidak hidup lama karena mati setelah tiga hari dirawat di Kebun Binatang Kasang Kulim. Luka dalam Head Keeper TSI Yuli Djoko Supriadi yang ditemui di lokasi kebun binatang mengatakan harimau tangkapan pertama warga Siak itu terlambat ditangani karena hewan tersebut menderita luka dalam yang cukup parah akibat pukulan benda tumpul. "Saya kuatir harimau ini mengalami luka dalam karena saat ditangkap kepalanya dipukul," ujar Yuli. Ia mengatakan, harimau yang ditangkap warga Desa Jati Baru dan Tuah Indrapura merupakan satu keluarga dan dalam satu induk. "Dua harimau yang ditangkap warga Siak ini merupakan satu induk. Kami memprediksi masih ada lagi keluarganya yang masih berkeliaran dan yang tertangkap ini bukan induk tetapi anaknya," ujar Yuli. Ia menjelaskan, pihaknya akan berupaya menyelamatkan hewan langka itu agar sembuh dan tidak mengalami stress pascapenangkapan. Kepala Seks Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau Ali Nafsir Siregar yang juga ada di lokasi harimau tersebut ditangkar mengatakan, pihaknya belum memutuskan akan dibawa kemana hewan bertaring tajam itu. "Kami masih menunggu putusan dari Dephut (Departemen Kehutanan) apakah akan dibawa ke TSI atau dilepas kembali ke habitat alaminya di taman nasional atau kawasan suaka margasatwa yang ada di Riau," ujar Ali Nafsir. Ia mengatakan, meskipun di daerah ini ada kebun binatang namun pihaknya tidak memiliki ahli harimau sehingga dikuatirkan penanganan harimau tersebut akan sia-sia begitu juga bila dilepas kembali ke hutan alam. Menurut dia, kondisi harimau di Riau saat ini terdesak karena tidak adanya makanan disebabkan alih fungsi hutan serta perambahan dikawasan hutan. Ia menjelaskan, dua kasus yang terjadi di Siak menjelaskan kondisi tersebut, harimau keluar dari kawasan hutan dengan tubuh kurus kering, kelaparan dan mudah menyerah saat bertemu manusia karena tidak mampu melawan akibat badannya yang lunglai. "Harimau ini menderita gizi buruk dan busung lapar. Tidak ada lagi makanan dalam kawasan hutan tempatnya tinggal, jikapun ada makan tersebut terdapat di areal pemukiman masyarakat, akhirnya ia tertangkap," jelas Ali Nafsir. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006