Jakarta (ANTARA News) - Mantan Dirut PT Broccolin International Dicky Iskandardinata yang dituntut pidana mati karena turut menikmati dana pencairan L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI Kebayoran Baru mengatakan dirinya tidak rela mati sebagai pencuri uang. "Saya cinta negeri ini, saya rela mati demi negeri ini tapi saya tidak rela mati sebagai pencuri uang," kata Dicky saat membacakan pledoi atau nota pembelaan di PN Jakarta Selatan, Selasa. Pemilik nama lengkap Ahmad Sidik Mauladi Iskandardinata yang merupakan cucu pahlawan nasional Otto Iskandardinata itu mengatakan, tuntutan pidana mati yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap dirinya itu amatlah mengerikan mengingat terlebih karena sebelumnya ia pernah dipidana dalam kasus Bank Duta. "Saya tidak ingin terperosok kembali dalam masa lalu yang gelap yang pernah saya alami dalam kasus Bank Duta," kata Dicky. Menurut Dicky, Penuntut Umum tidak mengerti mengenai operasional PT Brocollin Internasional yang terlihat dari surat dakwaan dan tuntutan pidana yang subyektif dan mengabaikan fakta-fakta persidangan. Pada pekan lalu (6/6) Dicky dituntut pidana hukuman mati karena dinilai terbukti melakukan korupsi dengan menikmati dana sebesar Rp49,2 miliar dan USD 2,99 juta hasil pencairan L/C fiktif PT Gramarindo Group pada Bank Negara Indonesia (BNI) Kebayoran Baru senilai Rp1,9 triliun. "Jaksa salah alamat, saya tidak terima dana, dana yang masuk ke Brocollin adalah sebagai setoran modal seperti yang diinformasikan kepada saya," kata pria yang diajukan ke persidangan dengan tuduhan korupsi dan pencucian uang itu. "Kasus ini bukan kasus korupsi atau pencucian uang. Ini kasus penipuan informasi asal-usul uang," ujar pria yang merasa menjadi korban itu. Pada awal nota pembelaannya, Dicky menceritakan bagaimana hubungannya dengan dua pentolan PT Gramarindo Group Adrian Waworuntu (terpidana seumur hidup) dan Maria Pauline Lumowa (masih buron) yang mengajaknya berinvestasi. Maria yang berkebangsaan asing itu, kata Dicky, tampak sebagai pengusaha yang terpercaya sementara Adrian memberikan jaminan bahwa investasi yang melibatkan Dicky sebagai bisnis legal, termasuk ketika pemberitaan mengenai pembobolan BNI Kebayoran Baru itu mulai dimuat di berbagai media. Dalam pledoinya itu, berulangkali Dicky mengatakan dirinya tidak mengetahui asal dana yang ditransfer ke PT Brocollin International itu. Dicky juga mengkhawatirkan pemberitaan di media yang menyatakan dirinya sebagai otak pembobolan BNI Kebayoran Baru sebesar Rp1,9 triliun. Pada akhir pledoinya, Dicky meminta agar Majelis Hakim mampu mengambil keputusan berdasarkan hati yang murni dan fakta-fakta persidangan, bukan pesanan pihak-pihak tertentu. Sementara itu, kuasa hukum Dicky, Augustinus Hutajulu dalam pledoinya menyatakan penilaiannya terhadap surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang cacat dan penuh rekayasa. "Salah satunya adalah pertimbangan kesaksian sejumlah saksi yang tidak pernah diperiksa di persidangan maupun dibacakan BAP-nya namun dijadikan pertimbagan dalam surat penuntutan," kata Augustinus. Ia memerinci tiga nama yang disebut sebagai saksi pendukung yaitu Wiwik Wijayanti, Meita Ratnakusumah dan Alex Istiawan.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006