Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) bekerja sama dengan Yayasan Bambu Lestari mendorong pemberdayaan industri bambu berbasis ekonomi kerakyatan dan sirkuler, dimulai dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kepala Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan KADIN Indonesia Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro usai penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) di Jakarta pada Senin mengatakan, pihaknya mencoba ingin mempromosikan bambu sebagai tanaman rakyat yang dapat diolah menjadi berbagai produk dan sumber energi.

"Yang lebih penting adalah bahwa setiap kali pemanfaatan bambu itu adalah bambu yang memang diusahakan atau dikembangkan oleh masyarakat kita sendiri. Jadi kita ingin dengan MoU ini kita menciptakan ekosistem dari ekonomi bambu di Indonesia dan kita mulai di NTT," kata Bambang.

Menurut Bambang, dipilihnya NTT sebagai pionir adalah karena pemerintah daerah provinsi tersebut sudah sangat mendukung pemberdayaan bambu tidak hanya sebagai tanaman tapi juga untuk berbagai macam produksi.

"Kita mulai dari NTT dulu sambil melihat potensi di daerah lain, sambil melihat kesiapan pemerintah daerah," imbuh Bambang.

Baca juga: NTT kembangkan industri bambu dari hulu ke hilir

Yayasan Bambu Lestari digandeng sebab dinilai telah memiliki aktivitas yang cukup besar di NTT, termasuk menyalurkan bambu yang siap panen untuk digunakan sebagai bahan produk, salah satunya sepeda bambu Spedagi. Yayasan tersebut memang merupakan yayasan nirlaba yang mempromosikan bambu sebagai peluang bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.

Adapun pemberdayaan industri bambu dinilai perlu, mengingat Indonesia merupakan negara dengan keragaman produk bambu yang tinggi. Diketahui, 162 dari 1.439 jenis bambu di dunia ada di Indonesia.

Kemudian, bambu juga merupakan tanaman yang relatif murah dan bisa tumbuh di mana saja sehingga mudah dikelola oleh masyarakat.

"Bambu tidak seperti sawit. Kalau sawit kan harus punya lahan, kemudian menanam, memelihara, kemudian harus disalurkan ke pabrik. Sementara bambu, bahkan pohonnya sendiri setelah beberapa waktu bisa ditebang kemudian menjadi bahan bakar. Jadi kita melihat bambu sangat dekat dengan kehidupan masyarakat banyak," ujar Bambang.

Baca juga: KEHATI: Restorasi bambu jadi solusi rehabilitasi hutan & lahan kritis

Selain itu, lanjut dia, mengoptimalkan bambu dapat menjadi bagian dari upaya mencapai keberlanjutan termasuk mengurangi emisi karbon.

Dengan penandatanganan MoU tersebut, Bambang mengatakan KADIN akan berupaya mendekatkan dunia usaha dengan masyarakat yang akan menjadi pelaku pengembangan bambu. Dunia usaha yang dimaksud pun bukan hanya furnitur tapi juga sepeda, bahkan bahan bangunan dan biomassa.

"Di sisi lain, KADIN juga bisa memperjuangkan ke pemerintah supaya bambu dimasukkan ke dalam daftar untuk bahan bangunan, dan masuk sebagai alternatif mengurangi emisi melalui campuran dengan batu bara misalnya," lanjut Bambang.

Baca juga: NTT siapkan sepeda bambu sebagai cenderamata untuk tamu KTT ASEAN

Sementara itu, Ketua Yayasan Bambu Lestari Monica Tanuhandaru mengatakan, pihaknya berharap KADIN dapat mendorong kebijakan nasional dari hulu, tengah, dan hilir yang mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memanfaatkan bambu.

"UMKM bambu ini kasihan. Dia cari lahan sendiri, tanam sendiri, cari modal sendiri, belajar teknologi sendiri, cari pasar sendiri. Lalu kita bilang, 'mana produknya? kok enggak keren?'. Saya ingin KADIN juga mendorong kebijakan yang pro pada UMKM bambu. Kami juga mendorong pemerintah merumuskan strategi nasional bambu," ujar Monica.

Baca juga: Menhub-Menkop puji sepeda bambu GORo sebagai inovasi mobilitas hijau

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Siti Zulaikha
COPYRIGHT © ANTARA 2023