Tokyo (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Selasa sore, didorong aksi buru harga murah (bargain hunting), pulih dari penurunan hari sebelumnya, tetapi kenaikan terbatas karena investor tetap berhati-hati menjelang keputusan kebijakan utama oleh Federal Reserve AS dan bank sentral lainnya.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 77 sen atau 1,1 persen, menjadi diperdagangkan di 72,61 dolar AS per barel pada pukul 06.40 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terkerek 56 sen atau 0,8 persen, menjadi diperdagangkan pada 67,68 dolar AS per barel,

Kedua harga acuan jatuh sekitar tiga dolar AS per barel pada Senin (12/6/2023) setelah para analis menyoroti meningkatnya pasokan global dan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan menjelang data inflasi utama dan pertemuan dua hari kebijakan moneter Fed yang ditutup pada Rabu (14/6/2023).

"Beberapa investor mencari harga yang murah setelah penjualan tajam hari sebelumnya sementara yang lain menahan posisi mereka karena spekulasi bahwa Arab Saudi mungkin memangkas produksi tambahan," kata Tatsufumi Okoshi, seorang ekonom senior di Nomura Securities.

Harga minyak bisa jatuh lebih jauh karena pemulihan ekonomi China yang goyah, tambahnya, memprediksi WTI akan diperdagangkan di kisaran 62,50 dolar AS hingga 75 dolar AS per barel selama musim panas, tetapi terutama di bawah 70 dolar AS per barel.

Baca juga: Minyak naik di awal Asia karena berburu harga murah jelang putusan Fed

Baca juga: Harga minyak turun di Asia, keputusan suku bunga Fed jadi fokus


Sebagian besar pelaku pasar memperkirakan bank sentral AS akan membiarkan suku bunga tidak berubah pada pertemuan kebijakannya. Kenaikan suku bunga The Fed telah memperkuat greenback, membuat komoditas berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya dan membebani harga.

Bank Sentral Eropa diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase lagi pada Kamis (15/6/2023) untuk menjinakkan inflasi yang membandel. Namun Bank Sentral Jepang, yang akan mengumumkan rencananya pada Jumat (16/6/2023), diperkirakan akan mempertahankan kebijakan ultra-longgarnya.

Di China, data ekonomi yang mengecewakan pekan lalu menimbulkan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan importir minyak mentah terbesar dunia itu, mengimbangi dorongan harga dari janji Arab Saudi untuk memangkas lebih banyak produksi pada Juli.

Pasar juga menunggu prospek permintaan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Badan Energi Internasional (IEA), yang akan dirilis pada Selasa, kata Okoshi dari Nomura.

"Dalam pandangan kami, penurunan harga minyak terbaru meningkatkan kemungkinan Arab Saudi setidaknya akan memperpanjang pengurangan pasokan yang saat ini berlaku untuk Juli," kata analis National Australia Bank dalam sebuah catatan.

"Atas dasar ini, spekulasi pasar tentang potensi pemotongan pasokan lebih lanjut pada pertemuan OPEC berikutnya kemungkinan akan mendorong volatilitas harga minyak."

Arab Saudi pekan lalu mengatakan akan memangkas produksi Juli sebesar 1 juta barel per hari (bph) menjadi 9 juta barel per hari, pengurangan terbesar dalam beberapa tahun, sebagai langkah untuk meningkatkan harga.

Baca juga: Harga minyak jatuh di awal sesi Asia terseret kekhawatiran permintaan

Baca juga: Minyak turun di Asia, prospek permintaan yang lebih lemah jadi fokus

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2023