Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai bahwa penghapusan ketentuan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye atau LPSDK yang seharusnya diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat menyulitkan pengawasan aliran dana kampanye peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
 
"Meminta para penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, menjelaskan solusi atau cara lain agar transparansi dalam aliran dana kampanye tetap bisa diketahui dan diawasi secara masif," ujar Bamsoet sapaan karib Bambang Soesatyo dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa.
 
Menurut Bamsoet, KPU harus tetap mencari solusi agar aliran dana kampanye dapat diketahui dan diawasi secara sangat luas. Pasalnya, LPSDK merupakan upaya dan praktik baik yang mestinya menjadi komitmen semua pihak untuk mewujudkan pemilu yang bersih, transparan, dan antikorupsi.
 
Bamsoet meminta KPU agar menjelaskan faktor pencetus yang menyebabkan dihapus-nya regulasi terkait LPSDK. Adapun awal mula terciptanya LPSDK memiliki landasan alasan yang kuat, khususnya dalam mendukung pemilu yang bersih.
 
Tidak hanya itu, dia juga meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna menelusuri aliran dana di masa kampanye bagi peserta pemilu.
 
Hal ini juga dapat memastikan aliran dana tersebut bukan berasal dari sumber ilegal sebagaimana dilarang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca juga: LPSDK tak diatur PKPU, jadi catatan ketika revisi UU Pemilu

Baca juga: Koalisi masyarakat antikorupsi minta KPU tetap atur ketentuan LPSDK
 
"Meminta penyelenggara pemilu menegakkan komitmen dalam mewujudkan pemilu sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, dan memastikan seluruh proses pelaksanaan pemilu sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," katanya.
 
Sebelumnya, KPU RI menyampaikan langkah menghapus ketentuan pembukuan dan penyampaian LPSDK dari peserta pemilu kepada KPU untuk Pemilu 2024 dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama KPU RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/5).
 
"LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)," ujar anggota KPU RI Idham Kholid dalam kesempatan tersebut.
 
Pada Pemilu 2019, sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu, KPU mewajibkan setiap peserta pemilu menyampaikan LPSDK.
 
Namun pada Pemilu 2024, KPU menghapus ketentuan itu dalam Rancangan PKPU tentang Pelaporan Dana Kampanye.
 
PKPU Nomor 34 Tahun 2018 mengatur bahwa peserta Pemilu 2019 wajib menyusun pembukuan penerimaan sumbangan dana kampanye yang mereka terima setelah membukukan laporan awal dana kampanye (LADK) serta menyampaikan kepada KPU sesuai dengan tingkatannya.

Baca juga: Titi: LPSDK instrumen untuk cek akuntabilitas dana kampanye
 
Selain karena LPSDK tidak diatur dalam UU Pemilu, KPU menghapus ketentuan tersebut, karena masa kampanye Pemilu 2024 lebih singkat dibandingkan masa kampanye di Pemilu 2019 yang berlangsung selama enam bulan tiga minggu.
 
"Singkatnya, masa kampanye mengakibatkan sulitnya menempatkan jadwal penyampaian LPSDK. Sebagaimana diatur dalam Lampiran I PKPU Nomor 3 Tahun 2022, masa kampanye selama 75 hari yang akan dimulai pada 28 November 2023 dan akan diakhiri pada 10 Februari 2024," ujarnya.
 
KPU juga memutuskan untuk menghapus ketentuan penyampaian LPSDK oleh peserta pemilu karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye itu telah dimuat dalam LADK dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2023