Jakarta (ANTARA News) - PT Bank Negara Indonesia (BNI) 1946 Tbk menyatakan siap mengalokasikan kredit untuk pembiayaan proyek-proyek jalan tol, khususnya di Pulau Jawa karena meski beresiko tinggi, ternyata masih cukup layak (feasible). "Kami siap dan kami nilai proyek tol meski resiko tinggi, untuk di Pulau Jawa masih feasible," kata Dirut BNI 1946 Tbk, Sigit Pramono menjawab pers usai diskusi "BUMN dan Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur" di Jakarta, Rabu. Menurut Sigit, kondisi feasible itu sendiri, proyek-proyek jalan tol di Pulau Jawa harus terbebas dari persoalan utama yakni masalah pembebasan lahan dan lain sebagainya. Salah satu indikator dari penilaian layak ini, kata Sigit, antara lain ditinjau dari kepadatan kendaraan atau volume di jalan tol dan tarifnya masih kompetitif. "Jadi, menurut hitungan kami, masih OK," kata Sigit. Sigit juga menegaskan, meski dirinya terikat dengan komitmen konsorsium pembiayaan infrastruktur bersama perbankan plat merah lainnya, hal itu masih tergantung ada atau tidaknya minat investor untuk mengajukan pinjaman. "Sebab, percuma kita komit tetapi investornya ternyata tak butuh," katanya. Sigit kemudian merinci, dari total komitmen kredit Rp23 triliun untuk sektor jalan tol pada 2005-2009 BNI, sampai saat ini baru terserap 20 persen. "Padahal kami mencadangkan untuk 2005 sebesar Rp6,8 triliun dan tahun ini Rp5-6 triliun," katanya. Konsorsium pembiayaan infrastruktur yang terbentuk beberapa waktu lalu, telah mengikatkan komitmen pembiayaan sekitar Rp40 triliun dengan alokasi Rp24 triliun untuk sektor energi dengan penanggung jawab Bank Mandiri, Rp23 triliun untuk sektor tol BNI dan sisanya Rp800 miliar untuk agrobisnis dan lainnya dengan penanggung jawab BRI. Macet Memuncak Sementara itu, Dirut PT Jasa Marga, Frans S Sunito saat menjawab peserta diskusi mengatakan, pembiayaan proyek jalan tol saat ini per km sebesar Rp30 miliar - Rp40 miliar. "Ini relatif mahal, khususnya untuk tol dalam kota seperti di DKI Jakarta," katanya. Dicontohkannya, Tol Jagorawi jika harus dibangun kembali saat ini, maka investasi yang diperlukan mencapai sekitar Rp2,4 triliun. "Jadi memang mahal sekali dan itu sangat membebani kami (jasa marga, red)," katanya. Akibatnya, tegasnya, per tahun beban bunga saja yang ditanggung Jasa Marga diperkirakan mencapai Rp900 miliar atau sekitar 40 persen dari total pendapatan BUMN Pengembang Jalan Tol ini. Tentang kondisi macet di jalan tol, khususnya pada jam-jam sibuk pagi dan sore, Frans secara diplomatis mengaku, hal itu karena pertumbuhan kendaraan terus melaju, sementara kapasitas jalan tol tetap. "Bayangkan setiap tahun ada pertambahan 500 ribu unit kendaraan bermotor per tahun di Indonesia. Jika Jakarta itu, 60 persen dari pertumbuhan nasional maka di Jakarta ada sekitar 1.000 per hari kendaraan baru," katanya. Oleh karena itu, tegasnya, wajar jika ada perkiraan bahwa dalam 5-10 tahun mendatang, di jalan DKI Jakarta dan sekitarnya, termasuk di tol, macetnya akan memuncak, sehingga tak bisa bergerak lagi. "Kami akui, tol dalam kota itu salah konsepnya dan yang benar adalah tol lingkar luar," demikian Frans S. Sunito.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006