Washington (ANTARA) - Dengan inflasi yang masih jauh di atas target dan krisis perbankan belum berakhir, para pejabat The Fed dan pengamat pasar memiliki pandangan yang berbeda atas kenaikan suku bunga di masa depan, dan jalan ke depan pasti akan sulit.

Jeda terbaru itu tidak menandai akhir dari siklus pengetatan The Fed saat ini. Pada konferensi pers pascapertemuan tersebut, Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa hampir semua anggota FOMC berharap kenaikan suku bunga lebih lanjut tahun ini akan sesuai.

Menurut proyeksi ekonomi kuartalan terbaru, perkiraan median pejabat The Fed untuk suku bunga acuan pada akhir tahun ini adalah 5,6 persen, lebih tinggi dari 5,1 persen yang diproyeksikan pada Maret.

"Plot titik" (dot plot) menunjukkan bahwa 12 dari 18 pejabat The Fed berpikir suku bunga harus naik ke setidaknya 5,5 persen hingga 5,75 persen per akhir tahun ini, dengan tiga dari mereka meyakini bahwa suku bunga seharusnya lebih tinggi lagi. Itu berarti The Fed mungkin menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin nantinya pada tahun ini.

Michael Gapen, Kepala Ekonom AS di Bank of America, mengatakan sangat mengejutkan bahwa proyeksi para pejabat The Fed untuk suku bunga acuan tahun ini 50 basis poin lebih tinggi dari proyeksi mereka pada Maret.

Berdasarkan perubahan itu, dia memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Juli dan menaikkannya lagi pada September.

The Fed belum membuat keputusan apakah akan menaikkan suku bunga di pertemuan mereka pada Juli mendatang, tetapi menurut CME FedWatch Tool, para trader saat ini melihat ada peluang di atas 70 persen untuk kenaikan suku bunga seperempat poin persentase pada Juli.

Powell mengatakan bahwa masih mungkin untuk mencapai target inflasi tanpa memicu resesi, tetapi perekonomian itu kemungkinan akan mengalami sejumlah kesulitan.

Dia juga mengatakan akan tepat bagi The Fed untuk memangkas suku bunga setelah inflasi benar-benar turun secara signifikan, seraya menambahkan bahwa tidak ada anggota komite yang memperkirakan pemangkasan suku bunga tahun ini.

Kepala The Fed mendapati dirinya berada di posisi yang tidak ada satu pun bankir bank sentral menginginkannya, yaitu berusaha mencegah krisis kredit, yang menuntut kebijakan moneter lebih longgar, sembari memerangi inflasi tinggi, yang justru menuntut hal sebaliknya, demikian menurut The Wall Street Journal.

Sejumlah analis mengatakan The Fed berada dalam kesulitan saat ini karena mereka salah menilai inflasi sebelumnya, yang menyebabkan inflasi terburuk AS dalam empat dekade. Mereka kemudian harus menaikkan suku bunga secara agresif, yang menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan dan perkembangan ekonomi.

Pada 2021, The Fed membuat kesalahan dengan mempertahankan suku bunga "terlalu rendah terlalu lama" pada saat perekonomian itu menerima stimulus anggaran terbesarnya pada masa damai, kata Desmond Lachman, senior fellow di American Enterprise Institute, merujuk pada bantuan COVID-19 yang masif.

"Hasil akhirnya adalah kami mendapatkan inflasi tertinggi dalam beberapa dekade," ungkapnya.

The Fed tidak ingin membuat kesalahan dengan menjerumuskan perekonomian itu ke dalam resesi parah dengan terus menaikkan suku bunga dan menerapkan "kebijakan moneter yang berlebihan" untuk mendapatkan kembali kendali atas inflasi, ujar Lachman.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen pada Maret lalu mengatakan bahwa kenaikan suku bunga The Fed yang berkelanjutan menjadi alasan utama terjadinya penutupan bank.

Dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan CNBC, Yellen mengatakan bahwa mengingat lingkungan industri perbankan secara keseluruhan, dia tidak akan terkejut melihat lebih banyak konsolidasi di antara beberapa bank kecil.
 
   Bahkan ketika suku bunga yang lebih tinggi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membebani sektor perbankan, The Fed telah mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih lanjut, sebagian besar karena inflasi masih jauh di atas target jangka panjangnya sebesar 2 persen


Indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) AS membukukan pertumbuhan 4 persen secara tahunan (year over year/yoy) pada Mei, level terendah sejak Maret 2021, menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS. Namun, CPI inti, yang tidak menyertakan harga pangan dan energi yang fluktuatif, naik 5,3 persen.

Dalam sinyal kekhawatiran atas inflasi yang masih terus terjadi, proyeksi para pejabat The Fed untuk indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi inti tahun ini, tolok ukur inflasi yang dijadikan acuan oleh The Fed, adalah 3,9 persen, dibandingkan dengan 3,6 persen pada proyeksi Maret. Bahkan Powell mengatakan "proses menurunkan inflasi akan berlangsung secara bertahap."

Sebanyak 61 persen warga AS mengatakan mereka mengalami kesulitan keuangan akibat inflasi, naik dari 56 persen pada November tahun lalu, menurut jajak pendapat Gallup baru-baru ini.

"Saya rasa harga tinggi dan inflasi telah merugikan Biden selama beberapa tahun terakhir, itu salah satu alasan besar mengapa tingkat kepuasan publik terhadap Biden tampak tertahan di kisaran bawah dan menengah 40-an," ujar Christopher Galdieri, profesor di Saint Anselm College, kepada Xinhua.

Ini akan menjadi "hambatan yang kuat" untuk kampanye pemilihannya kembali, kecuali ada perubahan yang dramatis dalam inflasi, kata Galdieri.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
COPYRIGHT © ANTARA 2023