Jakarta (ANTARA News) - Kontraktor jalan proyek pemerintah kembali minta penyesuaian harga (eskalasi) sehubungan dengan terjadinya kenaikan harga aspal dalam enam bulan terakhir. "Kenaikan itu sudah di luar batas kewajaran sehingga perlu ada eskalasi," kata Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi), Agoes Kartasmita di Jakarta, Kamis. Terkait kenaikan aspal tersebut pada hari ini sejumlah asosiasi kontraktor menggelar jumpa pers bersama yang pada intinya meminta pemerintah untuk segera melakukan eskalasi terhadap komponen tersebut. Hal senada juga dikeluhkan Ketua Umum Asosiasi Alat Berat Indonesia (AABI), Mohammad Chamin yang menyebutkan kenaikan dalam kurun 6 bulan terakhir mencapai 200 persen. "Harga aspal produk Pertamina pada Januari 2006 yang semula Rp2.300 per kilogram, namun pada awal Juni 2006 sudah mencapai Rp4.600 per kilogram," ucapnya. Selama ini dari sekitar 1,4 juta ton kebutuhan aspal nasional dipasok dari Pertamina sisanya merupakan produk impor. Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI), Robert Mulyono mengatakan, sebagai asosiasi kontraktor kita ingin pemerintah meninjau kembali kontrak-kontrak penanganan jalan nasional melalui rumusan eskalasi sederhana. Selama ini eskalasi hanya dikenakan kepada tender-tender proyek paket tahun jamak (multiyears) serta tidak dikenakan kepada proyek paket tahunan (one years). Itupun penyesuaiannya mengacu kepada inflasi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Padahal, tutur Robert, khusus aspal seharusnya juga diperhitungkan biaya transportasi karena tentunya butuh biaya lebih mahal untuk mengirim aspal ke daerah yang jaraknya jauh seperti di Provinsi Papua. Komponen aspal dalam tender jalan memiliki andil 30 persen sehingga akan memberatkan apabila terjadi kenaikan apalagi kalau sampai 2 kali lipat. Itu masih pemakaian standar kalau dominan katakanlah untuk hotmix bisa 3 kali lipat. Lebih lanjut Agus minta adanya penyederhanaan proses eskalasi yakni cukup ditetapkan melalui panitia atau satuan kerja (satker) di daerah. Disamping itu terhadap proyek yang sedang berjalan dan sudah ditenderkan tetapi belum ditandatanagani kontraknya agar dilakukan penyesuaian, sedangkan bagi kontaktor yang sudah terikat diberi kesempatan putus kontrak tanpa dikenakan sanksi (denda dan dicairkannya jaminan di bank). Agus mengatakan karena tender tahun 2006 dimulai Mei berarti rata-rata pekerjaannya masih 80 persen, sementara mereka yang masih mengerjakan proyek 2005 pekerjaannya masih 30-40 persen Terkait hal itu asosiasi telah mengirimkan surat kepada Menteri PU, Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Meneg BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, serta DPR-RI dengan tembusan Ditjen Bina Marga Departemen PU. Sebelumnya tahun anggaran 2005 kontraktor juga meminta penyesuaian harga (eskalasi) akibat kebijakan pemerintah menaikkan BBM pada 1 Oktober rata-rata 150 persen serta dikabulkan melalui pengurangan target pekerjaan.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006